Lihat ke Halaman Asli

mario jordan

available

Rokok di Mata Pemerintah, Antara Kesehatan Tubuh dan Kesehatan Anggaran

Diperbarui: 5 Oktober 2018   23:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Baru-baru ini jagat media massa nasional ramai memberitakan mengenai penggunaan cukai rokok untuk menambal defisit anggaran BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) kesehatan pada tahun 2018 ini. Dari beberapa pemberitaan yang beredar, dijelaskan bahwa pada tahun 2018 ini, BPJS mengalami defisit anggaran sebesar 16,5 triliun rupiah. Menanggapi hal tersebut, pemerintah kemudian menempuh beberapa langkah, yang salah satunya ialah dengan mengalokasikan sebagaian penerimaan yang bersumber dari cukai rokok untuk menutupi defisit anggaran tersebut.

Diperkirakan, nilai cukai rokok yang akan dialokasikan untuk menutupi defisit anggaran tersebut ialah, sebesar 5 triliun rupiah. Angka 5 triliun tersebut diperoleh berdasarkan pada suatu perhitungan yaitu, 75% dari 50% jumlah keseluruhan pajak rokok yang diterima pada tahun ini. Untuk nilai dari pajak rokok sendiri adalah 10% dari total nilai cukai rokok pada tahun 2018 ini.

Dari fenomena yang terjadi, dapat kita lihat bahwa terdapat ketidakjelasan dari pemerintah dalam menyikapi keberadaan rokok di negeri ini. Di satu sisi, sebelum terjadinya defisit anggaran tersebut, pemerintah memposisikan dirinya sebagai pihak yang menentang pengkonsumsian rokok oleh masyarakat. Di dalam posisinya tersebut, pemerintah secara konsisten memprogandakan dampak negatif dari rokok terhadap kesehatan tubuh manusia. Salah satu wujud nyata dari sikap pemerintah tersebut ialah dengan ditetapkannya PP No.109 tahun 2012 tentang "Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan". 

Pada peraturan tersebut berbagai batasan terhadap produk rokok diatur secara rigid oleh pemerintah, salah satunya ialah, penyematan gambar yang menjelaskan dampak kesehatan bagi para perokok di setiap bungkus rokok yang beredar di masyarakat. Namun, di sisi yang lain, pemerintah seperti tidak dapat melepaskan ketergantungannya terhadap rokok. Ketergantungannya yang dimaksud disini, bukan dalam konteks mengkonsumsi rokok, melainkan ketergantungan terhadap sejumlah nominal uang yang dihasilkan dari cukai rokok. Menjadi tergantung sebab, cukai rokok menyumbangkan jumlah yang cukup besar ke dalam kas pendapatan negara. 

Melansir dari salah satu media elektronik, dituliskan bahwa pada APBN tahun 2017 lalu, pendapatan negara yang bersumber dari cukai rokok berjumlah 149,9 triliun rupiah.  Dengan sumbangsih yang cukup besar tersebut, maka menurut hemat penulis, tidak akan mungkin pemerintah mengambil langkah untuk mengehentikan produksi rokok di negeri ini, karena apabila pemerintah mengambil langkah tersebut akan dapat berdampak pada stabilitas perekonomian negeri ini.

Berangkat dari uraian di atas, lantas muncul sebuah pertanyaan, langkah apa yang sejatinya hendak diambil oleh pemerintah dalam menyikapi keberadaan rokok di negeri ini, memberangusnya atau mempertahankannya? Jika memang pemerintah hendak memberangus keberadaan rokok karena pertimbangan dampak kesehatan, maka segera lakukan langkah konkrit dan tidak setengah-setengah untuk mencapai tujuan tersebut. 

Tetapi, jika pemerintah enggan untuk memberangus keberadaan rokok dan hendak untuk mempertahankannya, maka pemerintah hendaknya menetapkan serangkaian peraturan yang tidak mengusik hak asasi setiap warga negaranya, termasuk juga di dalamnya hak asasi bagi setiap warga negara yang mengkonsumsi rokok. Mengingat peraturan yang berlaku saat ini, dapat dikatakan melanggar hak asasi para perokok, karena melalui propaganda dampak kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan oleh beberapa pihak lainnya, para perokok seperti dibayang-bayangi rasa takut dalam menjalankan kegiatannya mengkonsumsi rokok. Sekian.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline