Pembentukan kabinet Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden memunculkan berbagai spekulasi tentang arah hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Di satu sisi, kombinasi ini dinilai membawa harapan besar karena Gibran, yang berpengalaman sebagai kepala daerah, berpotensi memberikan perspektif lokal yang lebih kuat di tingkat pusat. Di sisi lain, pendekatan sentralistik Prabowo bisa menimbulkan tantangan bagi otonomi daerah jika tidak dikelola dengan cermat.
Keberadaan Gibran, dengan latar belakang kepemimpinan daerah, membuka peluang bagi pemerintah pusat untuk lebih memahami tantangan lokal, terutama dalam hal anggaran dan pembangunan wilayah tertinggal. Namun, kabinet ini perlu berhati-hati agar kebijakan tidak hanya menjadi formalitas yang tampak pro-daerah, tetapi benar-benar diikuti dengan alokasi sumber daya dan kewenangan yang memadai bagi pemerintah daerah.
Kritik juga muncul terkait bagaimana kabinet ini akan mengelola perbedaan pendekatan. Prabowo dikenal dengan gaya kepemimpinan yang top-down dan terstruktur, sementara Gibran cenderung pragmatis dan berorientasi pada kebutuhan lokal. Jika keduanya gagal menemukan keseimbangan, ada kekhawatiran bahwa kabinet ini bisa memperburuk kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah.
Dalam sejarahnya, Indonesia telah melihat banyak kebijakan pusat yang justru terhambat oleh kurangnya pemahaman terhadap kebutuhan dan dinamika lokal. Situasi ini, jika tidak diantisipasi, dapat terulang kembali di bawah kabinet Prabowo-Gibran. Harapan besar dari kabinet ini adalah terwujudnya pemerintahan yang benar-benar responsif terhadap daerah, tanpa mengabaikan pentingnya otonomi sebagai wujud dari demokrasi yang sehat.