Lihat ke Halaman Asli

Mario Reyaan

MSP, FPIK, UNPATTI

Surat Cinta untuk Wanita Berkacamata II

Diperbarui: 10 November 2018   19:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi ini berbeda dengan pagi-pagi sebelumnya. Aku melihat sekumpulan anak kecil berlari-lari seolah menikmati indahnya mentari setelah sebelumnya mereka selalu ditemani oleh hujan yang memabasahi kota Ambon dan sekitarnya. Sementara menikmati secangkir kopi dalam gelasku yang masih tersisa, tiba-tiba saja aku terbayang wajahmu.

Wajahmu seakan selalu menghantuiku, senyummu yang manis dan matamu yang indah dibalik kacamata berlensa itu seolah memenuhi setiap ruang dalam otak kanan dan kiriku. Aku merasa malu dengan matahari yang seolah-olah menertawakan aku.

Burung-burung diudara seakan menyanyikan sebuah lagu cinta untuk menawar racun rindu akan dirimu, racun yang kian detik terus meracuni setiap jaringan-jaringan yang dalam hatiku. Nathasya, aku terdiam seribu bahasa dan tak tahu harus berbuat apa agar matahari berhenti menertawakan aku dan burung-burung itu segera mengakhiri lagu yang sementara mereka nyanyikan.

Aku mencoba untuk berjalan kearah laut yang berjarak kira-kira 10 meter dari tempat tinggalku. Sesampainya disana, aku terpesona melihat desiran ombak yang sementara bercanda dengan karang-karang ditepi pantai. Aku mencoba menanyakan kepada karang dan ombak: mengapa hal ini bisa terjadi kepadaku? Mereka berdua seolah-olah tidak menghiraukan pertanyaanku itu sambil terus melanjutkan kegiatan mereka.

Sekali lagi aku bertanya kepada karang dan ombak dengan harapan mereka akan menjawab pertanyaanku. Kedua unsur laut itu seakan dengan santai berkata kepadaku; "sobat, kami tidak punya jawaban atas pertanyaanmu itu, cobalah beratanya kepada hujan, bukankah dia yang mempertemukan dirimu dengan wanita berkacamata yang engkau kagumi itu?"

Aku bertanya lagi; apakah kalian tidak merasakan bahwa hari ini hujan tidak datang? Lalu sampai kapan aku akan tetap begini? Kedua unsur laut itu kembali berkata kepadaku, kali ini mereka bukan menjawab pertanyaanku melainkan mereka kembali yang bertanya kepadaku dengan nada yang sedikit agak kesal: "mengapa tidak kau tanyakan saja pada matahari? sekalipun dia jarang bersama-sama dengan hujan, namun dia pasti punya jawaban atas pertanyaanmu itu" mendengar itu, akupun pergi meninggalkan karang dan ombak yang kembali melanjutkan aktifitas mereka berdua.

Nathasya, apakah aku harus menunggu datangnya hujan untuk dapat menjawab pertanyaanku itu? aku malu jika harus bertanya pada matahari. Aku takut jika matahari juga memiliki jawaban yang sama atas pertanyaanku itu. Namun aku mencoba untuk membuang jauh-jauh rasa takut dan malu terhadap matahari. Dengan berani aku bertanya kepada matahari: sobat, mengapa hal ini terjadi padaku? Apakah engkau mempunyai saran untuk aku dapat bebas dari rasa ini?

Seolah dengan santainya matahari menjawab pertanyaanku itu; "Hahaha...seharusnya engkau bersyukur kawan. Bukankah ini adalah rasa yang jarang sekali datang menghampiri dirimu? Mengapa dirimu tak berani menyapanya? Mengapa tidak kau katakan secara langsung saja padanya tentang apa yang kau rasakan?

Aku hanya mempunyai satu saran padamu, tulislah surat cinta tak bernama untuknya, sisiplah surat cintamu itu didalam amplop berwarna merah dan letakan secara sembunyi-sembunyi didepan pintu rumahnya. Sampaikan apa yang kau rasakan padanya. Aku rasa itu dapat membuat racun rindu dalam hatimu sedikit terobati kawan".

Nathasya, mungkin inilah yang aku rasakan. Aku rasa bahwa aku sungguh-sungguh memendam rasa cinta padamu. Mungkin terlalu awal untuk mengungkapkannya secara langsung oleh sebab itu aku lebih memilih untuk menulis surat cinta ini. Aku tidak tahu mengapa aku bisa jatuh cinta kepadamu.

Rasa ini datang mengampiriku begitu saja. Aku takut terlalu jauh mencintaimu karena aku mendapat pesan dari temanku bahwa telah ada seorang pria yang mengisi sudut-sudut hatimu. Nathasya, jika mencintaimu adalah sebuah pelanggaran, maka penjarakanlah aku dalam lubuk hatimu yang paling dalam, hanya aku, satu untuk selamanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline