Lihat ke Halaman Asli

Mario Reyaan

MSP, FPIK, UNPATTI

Surat Cinta untuk Wanita Berkacamata I

Diperbarui: 10 November 2018   16:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dear Nathasya.

Hai, perkenalkan namaku Mario. Sejak kecil aku didik dan dibesarkan oleh para kaum berjubah putih panjang, mereka dikenal dengan nama Biarawan dan Biarawati. Aku dididik dan diajarkan banyak hal tentang hidup ini kecuali tentang wanita.

Semenjak berada ditingkat akhir Sekolah Menengah atas, aku berjumpa dengan seorang lelaki tampan bertubuh mungil dan berotak cerdas. Ya, sudah pasti beliau adalah seorang guru disekolahku dan juga seorang kaum berjubah di agamaku. Beliau mengajarkan saya tentang begaimana caranya untuk mencoret-coret kertas agar kertas yang awalnya putih kosong, akhirnya menjadi kotor dengan buah pikir kita yang berkolaborasi bersama jari-jari dan pena yang mulai menari-nari mengikuti suara hati.

Beliau pernah berkata kepadaku: "ade bu, kita memang bukan seorang J. K. Rowling dengan maha karyanya "Harry Potter" atau seorang Andrea Hirata dengan karya hebatnya yang berjudul "Sang Pemimpi", kita hanyalah kumpulan anak muda biasa yang baru saja mencoba untuk mencoret-coret kertas".

Pada saat itulah saya dan teman-teman saya yang tergabung  dalam kelompok "tak bernama" mulai menulis. Banyak tulisan kami yang telah terpampang indah menghiasi MADING(Majalah Dinding) sekolah kami.

Hari, bulan, dan tahunpun berganti. Setelah menamatkan sekolahku di jenjang SMA, aku dengan berani melangkahkan kaki menuju kejenjang yang lebih tinggi. Ya, Universitas Pattimura Ambon yang menjadi tujuanku. Berada ditempat yang baru dengan suasana lingkungan dan orang-orang yang baru memang yang membutuhkan kesabaran dan ketabahan yang ekstra.

Namun, semuanya itu akan tetap aku jalani karna aku yakin bahwa Tuhan akan selalu memberkati dan menunutun setiap langkah kehidupanku ditempat yang baru ini. Disini, ditempat yang baru bagiku ini, aku bertemu denganmu. Ya, dirimu yang akhirnya kuketahui bernama Nathasya.

Bertempat di sebuah jembatan yang menghubungkan dua desa di kota Ambon inilah aku pertama kali bertemu denganmu. Seorang wanita manis dengan tinggi badan kira-kira 165 cm. Disaat itu untuk pertama kalinya kita saling beradu pandang.

Tatapanmu kepadaku dibalik kacamatamu dan senyumanmu yang dihiasi barisan gigi putih yang tersusun rapi itu membuatku sarasa melayang kelangit ketujuh. Tatapan dan senyuman itu serasa memiliki kekuatan tersendiri, kekuatan untuk membangkitkan rasa dalam hatiku yang telah lama tertidur untuk seorang wanita. Aku dan sebagian orang menamakan rasa itu "cinta".

Nathasya, hadirmu seakan mengisi setiap sudut hatiku yang telah lama kosong. Bayangmu selalu menghiasi hayalku bersamamu, senyumanmu seperti tak henti-hentinya terlintas dipiranku seperti derasnya hujan yang tak henti-hentinya membasahi tanah Maluku dimusim Timur(musim hujan). Kau seakan seperti bidadari yang menari-nari pada setiap harmonisasi melodi yang keluar dari gitar yang kupetik.

Nathasya, jujur dari dalam hatiku bahwa aku mengagumimu, bahkan lebih dari itu. Kekagumanku kepadamu bukan didasari oleh hasrat seorang laki-laki kepada lawan jenisnya, melainkan didasari oleh sifatmu yang ramah dan religius.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline