Lihat ke Halaman Asli

Marina Puspa Dewi

Mahasiswi Komunikasi Sekolah Vokasi IPB

Penyebab Kurang Optimalnya Pengelolaan Sampah di Kelurahan Karang Asih

Diperbarui: 24 Maret 2021   18:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi

Sampah masih menjadi permasalahan yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena banyak masyarakat yang kurang menyadari betapa pentingnya membuang sampah pada tempatnya. Pengetahuan masyarakat mengenai pengelolaan sampah seperti memilah antara sampah organik dan anorganik sebetulnya sudah teredukasi dengan baik. Namun, dalam praktiknya hal tersebut sering terabaikan yang akhirnya volume sampah terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk terutama di kota-kota besar.

Pengelolaan sampah di setiap daerah juga tidak sama walaupun sudah ditetapkan aturan tertulis dari pemerintah pusat. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sampah di Indonesia diantaranya kurangnya dasar hukum yang tegas, tempat pembuangan sampah yang tidak memadai, kurangnya usaha dalam melakukan pengomposan, dan kurangnya pengelolaan TPA dengan sistem yang tepat (Chairul et al:2007). Akibat banyaknya pengelolaan sampah yang buruk ini akan berpengaruh pada lingkungan dan keasrian bumi.

Pengelolaan sampah yang baik akan membantu terwujudnya tujuan dari SDGs (Sustainable Development Goals) pada poin ke-15 mengenai ekosistem darat (life on land). Sampah yang menumpuk dan dibiarkan di sembarang tempat akan menimbulkan banyak masalah terhadap ekosistem daratan salah satunya pencemaran tanah dan mengakibatkan banjir. 

Tujuan dari life on land yaitu untuk memerangi desertifikasi, merestorasi lahan dan tanah terdegredasi, termasuk lahan yang kena dampak desertifikasi, kekeringan, kebanjiran, dan berupaya untuk mencapai dunia yang terdegredasi secara netral. 

SDGs merupakan agenda yang akan dicapai pada tahun 2030 untuk pembangunan berkelanjutan di seluruh dunia untuk mendorong perubahan-perubahan yang besar. SDGs mempunyai 17 tujuan dan 169 target. Jika pengelolaan sampah sampai saat ini belum optimal, akan berpengaruh terhadap tujuan SDGs tersebut.

Agar kita semua dapat mewujudkan tujuan SDGs tersebut dalam menangani permasalahan pengelolaan sampah yang buruk, setiap daerah harus mengetahui terlebih dahulu penyebab dibalik itu semua. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Jailan Sahil dkk pada tahun 2016 mengenai pengelolaan sampah di Kelurahan Dufa-Dufa Kota Ternate, ternyata banyak faktor yang mempengaruhinya. Budaya sikap dan perilaku masyarakat, timbunan dan karakteristik sampah, serta sarana pengumpulan, pengangkutan, pengelolaan, dan pembuangan akhir sampah adalah faktor utama yang menyebabkan kurang optimalnya pengelolaan sampah di lingkungan tersebut.

Hal serupa juga terjadi pada Kelurahan Karang Asih di Kabupaten Bekasi. Masyarakat yang tinggal di sekitarnya masih membuang sampah di sembarang tempat terutama sampah rumah tangga. Banyaknya para oknum yang tidak bertanggung jawab dalam membuang sampah di sembarang tempat terutama yang berasal dari luar Karang Asih berdampak pada kurang suburnya tanah, tersumbatnya selokan, penyebab banjir, serta timbulnya bau tidak sedap dari sampah yang berserakan dan telah membusuk.

Terbatasnya lahan yang tersedia untuk pengumpulan dan tempat pembuangan sampah (TPS), tidak adanya petugas kebersihan yang secara rutin mengangkut sampah yang ada dalam kurun waktu 1 minggu, kondisi jalanan yang sempit, minimnya kesadaran masyarakat, serta pembuangan akhir yang sedikit menjadi faktor utama yang menyebabkan kurang optimalnya pengelolaan sampah di permukiman Karang Asih. 

Seorang ketua RT 03 ketika diwawancarai pada Minggu (7/3/2021) di lingkungan Karang Asih, Nana Mulyana mengatakan, “Di sini tidak ada petugas kebersihan khusus dalam mengelola sampah yang ada, karena sulit untuk menjangkau sampahnya akibat lingkungan di sini kebanyakan hanya gang kecil saja”.

Ia juga menjelaskan banyak warga yang tidak mau dan tidak rela apabila lahan yang dimilikinya di sekitar rumah dijadikan tempat pembuangan sampah (TPS). Masyarakat takut apabila di sekitar rumahnya ada TPS itu akan menimbulkan bau yang tidak sedap yang berasal dari sampah tersebut serta penyakit akibat lingkungan yang kotor. Lahan yang tersedia harus memiliki persetujuan dari warga yang memang secara sukarela menjadikan lahan kosongnya sebagai tempat pembuangan sampah. Tetapi, lahan tersebut hanya bersifat sementara untuk menimbun sampah-sampah yang nantinya akan dijadikan empang oleh warga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline