rinai hujan seharian mengundang hawa dingin berkunjung ke kota ini. gedung-gedung mulai bergelung di bawah selimut kerlap kerlip lampu malam.
roda-roda terus menggelinding di atas aspal yang masih basah. entah sedang dalam perjalanan menuju atau berpulang.
adakah, satu dua saja, di antara bergulung-gulung keriuhan, terselip lembaran hening jiwa?
pernahkah, walau sejenak, ada jeda dari gaduh pergumulan, untuk saling berpegangan tangan?
gigil telah menguasai sekujur tubuh kota. kerumunan pejalan kaki bersikeras menjaga jarak satu sama lain, walau sadar usaha mereka nyaris sia sia.
sorot mata sarat tuduhan terlontar ke awan, ke kiri, dan kanan. hujan dan sesama pejalan telah didakwa sebagai pelaku kejahatan.
mungkinkah, seperti masa silam, senyum sapa siap dihadiahkan untuk mereka yang berpapasan?
masihkah, tanpa sejuta tanya, rela berbagi bekal kasih perhatian?
"pertanyaan macam apa itu! lihat apa yang kau genggam di kedua tanganmu. hati dan rasamu sendiri. hendak kau lempar menjadi santapan makhluk buas bernama kehidupan."
MN, Juni 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H