Akhir-akhir ini Indonesia tengah diuji bertubi-tubi. Rasanya baru kemarin Indonesia digemparkan dengan berita tsunami di Lampung dan Banten yang menyebabkan banyak nyawa melayang. Termasuk istri dari penyanyi terkenal Ivan Seventeen dan seorang aktor lawak yang sering menirukan gaya Aa gym juga turut menjadi korban di dalamnya. Rasanya belum kering luka Indonesia, muncul bencana virus corona yang begitu meresahkan hampir seluruh penduduk dunia.
Disusul dengan bencana banjir yang merendam sebagian kota di Jakarta, Semarang dan beberapa kota lainnya. Belum lagi bencana tanah longsor melanda dimana-mana, gempa bumi meluluhlantakan Sulawesi, ditambah kapal tenggelam dan pesawat jatuh yang terjadi baru-baru ini. Kini warga lereng merapi juga harus rela menghabiskan hari-hari di tenda pengungsian dengan segala keterbatasan dikarenakan gunung memberikan signal berupa semburan lahar panasnya.
Ketika musim penghujan datang, banjir dan longsor mulai melanda. Lalu manusia berharap hujan segera reda, air lekas surut, musim kemarau begitu dinanti-nanti. Lantas saat musim kemarau datang, bencana kekeringan melanda, air sulit dicari, petani gagal panen dan rakyat pun banyak yang kelaparan. Musim penghujan kini kembali dinanti-nanti untuk menyudahi bencana tersebut.
Nyatanya belum berhenti sampai disitu, karena bencana masih saja datang berulang-ulang silih berganti bagai roda sepeda yang kita kayuh. Ia hanya akan berhenti berputar kalau kita berkehendak berhenti untuk mengayuh. Begitu pula dengan siklus bumi, Ia hanya akan berhenti jikalau Sang Pemutar Bumi berkehendak untuk berhenti memutarnya. Kita sebagai manusia hanya bisa beriktiar maksimal, meminimalkan terjadinya bencana-bencana tersebut.
Masih teringat jelas di ingatan saya saat pagi-pagi buta dimusim penghujan tahun 2019 lalu, Ibu memberi kabar lewat telephone genggamnya bahwa baru saja terjadi longsor di beberapa titik sekitar kampung. Di dusun sebelah ada dua rumah beserta 7 orang penghuninya ikut tertimbun tanah longsoran. Sejak saat itu, setiap kali hujan deras saya selalu tidak tenang memikirkan keluarga di kampung. Lalu suatu hari saya mengobrol bersama kakak tentang bagaimana kalau keluarga di kampung pindah rumah saja, mengingat lokasi di sana sangat rawan terjadi longsor.
" Mau pindah kemana nduk? Di kota takut ada gempa dan banjir. Tempat tinggalmu tidak begitu jauh dari pantai, orang-orang di situ takut tsunami. Di utara dekat dengan gunung berapi, mereka takut gunung sewaktu-waktu meletus. Lantas mau pindah kemana? Dimana memangnya tempat yang paling aman menurutmu?" Jawabnya membuat saya terdiam, lantas balik bertanya yang sebenarnya saya sendiri tau jawabannya.
Pernah dengar sih, ada yang bilang bahwa pulau kalimantanlah tempat paling aman untuk tinggal. Tetapi baru-baru ini saya mendapat kabar dari sahabat yang menatap di sana, ia sedang susah untuk keluar rumah dikarenakan hujan terus menerus dan menyebabkan banjir.
Yups, sebenarnya tak ada tempat paling aman di bumi ini untuk tinggal. Bahkan negara adigdaya sekelas Amerika dan Jepang juga tak luput dari bencana.
Memang tidak ada tempat paling aman di muka bumi ini, maka dari itu kita mesti meminta perlindungan kepada Allah Sang Pengendali air, angin, bumi, dan gunung dari segala keburukan yang disebabkanya. Tiada kejadian tanpa sepengetahuan dan kehendak-Nya, maka mintalah perlindungan kepada-Nya dimanapun kita menetap. In shaa Allah disitulah tempat teraman untuk kita tinggali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H