Lihat ke Halaman Asli

Mariemon Simon Setiawan

Silentio Stampa!

Peracik Racun

Diperbarui: 1 November 2023   17:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Dokpri.)

Bramantyo kecewa. Sejak sore tadi, di ruang tamu pastoran, calon anggota legislatif itu sudah berusaha merayu Romo Lukas agar memengaruhi umat paroki untuk mendukungnya dalam pemilu nanti. Ia tahu, Romo Lukas memiliki pengaruh yang cukup kuat. Omongannya selalu didengar umat, dan nasehatnya selalu dituruti. Karena itulah, ia berusaha mendekati Romo Lukas untuk meraup suara. Sayangnya, Romo Lukas tetap bersikap netral.

"Siapa pun calon yang berniat baik, akan kami dukung sesuai pilihan masing-masing."

Bramantyo tidak suka jawaban seperti itu.

"Berapa pun yang Romo minta, saya siap berikan. Asal wilayah paroki ini bisa menjadi basis pendukung saya." Bramantyo menyodorkan amplop coklat. Romo Lukas menolak. Wajah Bramantyo berubah merah. Ia menahan marah. Keduanya diam. Suasana mendadak canggung.

Menyadari hal itu, Romo Lukas mengajaknya ke ruang makan. Situasi politik yang makin hari kian memanas memaksa para calon bekerja keras, bahkan berani mencari suara di balik tembok-tembok paroki.

Sang Pastor lalu izin sebentar untuk mengganti pakaian, membiarkan Bramantyo sendirian di situ.

Felix, karyawan pastoran lalu datang membawa dua gelas kopi dan beberapa potong kue. Ia terkejut ketika melihat Bramantyo duduk di sana. Bramantyo pun memberi reaksi yang sama. Sudah lima tahun mereka tak berjumpa.

"Felix, kau apa kabar?" Bramantyo mempersilahkan Felix duduk di hadapannya. Tetapi Felix menolak. Ia merasa tak pantas duduk di hadapan Bramantyo.

"Saya baik-baik saja, Kau apa kabar?"

"Baik juga. Lama tidak berjumpa. Siapa yang menyuruh kau ke sini?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline