Lihat ke Halaman Asli

Anak-anak dan Remaja Belum Bebas Seutuhnya dari Rokok

Diperbarui: 16 September 2017   23:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Rokok masih menjadi problematika dari berbagai pihak hingga saat ini. Hal ini menjadi serius ketika, anak-anak dan remaja ikut mengonsumsi rokok. Pada umur yang masih muda mereka sudah menghisap zat-zat adiktif yang terkandung dalam rokok. Tidak hanya itu, orang lain yang tidak sengaja menghisap pun juga terkena dampak buruk dari para perokok. Ardi Rizal, pernah menjadi topik  hagat pada tahun 2010 karena keadannya yang sangat memprihatinkan. Kala itu, Ia masih berumur 2 tahun dan sudah memiliki kebiasaan merokok, hal ini menjadi memprihatinkan karena Ia dapat menghisap rokok sampai 40 batang setiap harinya.           

Pemerintah telah melakukan upaya untuk mengurangi jumlah perokok. Pada awal tahun 2017, Pemerintah telah menaikkan harga rokok sebesar 10% hingga 20%, karena adanya kenaikan PPN dan cukai. Selain itu, aturan tiap bangunan yang harus menyediakan ruangan khusus untuk merokok dan penempatan tanda atau larangan merokok di sudut tertentu. Hal ini bertujuan agar para perokok tidak ikut memberi dampak buruk melalui asap rokok yang dipaparkan kepada mereka yang tidak merokok. Adapula, aturan yang menetapkan tiap perusahaan rokok harus memberi peringatan dan gambar di setiap bungkus rokok.

Namun, apakah hal tersebut efektif? Pemerintah tentunya tidak mengharapkan hasil yang sia-sia melalui upaya-upaya tersebut. Namun, tidak menjamin 100% setiap perokok akan berhenti dari kebiasaan merokoknya, karena ada faktor lain juga yang mampu mempengaruhi seseorang untuk berhenti merokok. Pemerintah perlu lebih fokus pada upaya preventif, untuk mencegah calon perokok baru di masa akan datang.

Menurut Nina Mutmainah Armando & Hendriyani pada penelitiannya "Regulasi tentang Iklan Rokok di Media Penyiaran Tidak Melindungi Anak dan Remaja" para perusahaan rokok menargetkan kalangan muda yang mana masih berusia remaja bahkan anak-anak sebagai konsumen produk mereka untuk menggantikan para perokok tua, yang nantinya akan menjadi konsumen baru mereka. Maka dari itu mereka melakukan strategi pemasaran secara masif melalui promosi, iklan, dan sponsor di media penyiaran yang menyasar kalangan anak muda.

Iklan di media penyiaran, khususnya televisi punya pengaruh yang signifkan terhadap khalayak. Berdasarkan hasil temuannya, banyak negara yang telah melarang iklan rokok di media penyiaran. Menurut WHO (2013) sebanyak 144 negara telah melarang iklan rokok di media penyiaran. Termasuk negara ASEAN lainnya telah memberhentikan tayangan iklan rokok pada siaran televisi mereka.

Namun di Indonesia belum menerapkan aturan 'larangan tayangan iklan rokok di televisi', regulasi di Indonesia hanya mengurangi jatah tayang iklan rokok di televisi dengan menaruhnya pada waktu 21.30 -- 05.00. Selengkapnya, ada dalam Undang-Undang yang mengatur media penyiaran dalam menyiarkan suatu iklan, khususnya terkait rokok. Aturan tersebut tertuang pada Undang-Undang Republik Indonesia nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pasal 8 nomor 3 yang berbunyi;

Siaran iklan niaga dilarang melakukan:

  • promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi dan/atau kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau kelompok lain;
  • promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif;
  • promosi rokok yang memperagakan wujud rokok;
  • hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama; dan/atau
  • eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.

Serta Undang-Undang yang mengatur dalam beretika menyiarkan isi siaran baik itu dalam bentuk iklan atau program acara terhadap anak dan remaja, tertuang pada Undang-Undang Republik Indonesia nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pasal 48 nomor 4 yang berbunyi;

Pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang sekurang-kurangnya berkaitan dengan:

  • rasa hormat terhadap pandangan keagamaan;
  • rasa hormat terhadap hal pribadi;
  • kesopanan dan kesusilaan;
  • pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme;
  • perlindungan terhadap anak-anak, remaja, dan perempuan;
  • penggolongan program dilakukan menurut usia khalayak;
  • penyiaran program dalam bahasa asing;
  • ketepatan dan kenetralan program berita;
  • siaran langsung;
  • dan siaran iklan.

Anak-anak dan remaja merupakan aset Bangsa yang perlu dijaga dan dilindungi oleh Negara. Namun Pemerintah Indonesia, belum seutuhnya melindungi anak-anak dan remaja dari bahaya merokok melalui regulasi tayangan atau iklan yang telah dituangkan dalam kebijakannya. Iklan rokok di media penyiaran khususnya televisi menyasar ke khalayak yang luas sehingga tidak dapat dipungkiri anak-anak dan remaja pun bisa terkena terpaan dari iklan tersebut. Kebijakan Pemerintah cenderung memihak terhadap pihak swasta dibanding kepentingan publik. Pemerintah perlu ikut campur tangan untuk melindungi anak-anak dan remaja agar tidak terkena dampak iklan rokok.

Dalam rangka mengurangi perokok muda, regulasi-regulasi yang telah dibuat oleh Pemerintah dapat didukung dengan adanya kampanye gerakan untuk hidup sehat dengan mengurangi kebiasaan merokok. Atau bahkan, melalui sosialisasi dengan mengedukasi mengenai bahaya merokok kepada anak-anak dan remaja dapat mencegah bertambahnya angka perokok. Selain itu, perlu adanya dukungan organisasi-organisasi tertentu untuk turut serta dalam memberikan suara untuk membenahi kebijakan-kebijakan yang ada, khususmya kebijakan yang melindungi anak dan remaja dari bahaya akan rokok. Melalui upaya-upaya tersebut menjadi cara untuk menghasilkan generasi penerus bangsa yang berkualitas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline