Lihat ke Halaman Asli

Kematian Penulis

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika teks terlahir, maka pengarang telah tiada. Dia digantikan oleh pembaca yang bebas menafsirkan teksnya (Roland Barthes).

Tulisan adalah hak bagi para penulis dan pemikir yang hidup. Krisis tulisan menunjukkan meningkatnya para pengkonsumsi tulisan yang hanya bisa menikmati tanpa mau memproduksi tulisan itu sendiri. Tetapi, ada beberapa pendapat yang menyatakan jika dengan bermunculannya para penikmat tulisan ini memungkinkan nantinya lahirnya para penulis atupun bisa kita sebut pula "Pengarang". Seperti yang diungkap pada salah satu media online "Padang Express", media ini mengungkapkan bahwa "Rajin membaca, bisa jadi pengarang". Pernyataan ini memang benar namun, bisa dinyatakan sejenak jika hal ini telah menyebabkan kematian para penulis dengan lahirnya tulisan itu.

Menulis merupakan suatu metode dalam berbagi segala hal baik ide, pengalaman, imaginasi ataupun kisah yang diceritakan. Dan kematian penulis ini bukanlah sesuatu yang mengherankan, para penulis bisa saja kehilangan ide ataupun kinerjanya tidak lagi bisa mengikuti intelektualnya hingga hal ini menyebabkan gugurnya seorang penulis terutama pada karya-karya awalnya.

Fenomena-fenomena lain dalam kepenulisan diantaranya penulis instant atau seperti freelance writer yang sangat produktif sekali dalam karyanya. Tetapi, dalam kasus ini berbeda, spesifikasinya pada tujuan penulis/pengarang itu sendiri. Mereka sudah cenderung pada komersial, ide-ide yang dituangkan pun di dapat secara instant dari mesin-mesin google. Penulis semacam ini adalah penulis opportunis yang sangat bergantung pada pasar. Namun, perlu digaris bawahi jika tanggung jawab seorang penulis tidak sekedar pada wacana belaka ataupun sukses di pasar.

Bagi para penulis pemula, masih seringkali menemukan gagasan yang banal, hal ini tentunya yang juga menyebabkan nantinya idenya mati ditengah-tengah.

Pernyataan lain yang mungkin kita bisa menilainya dari sisi yang berbeda adalah pernyataan Roland Barthes dalam esainya The Death of The Author menyebutkan bahwa ketika pengarang menulis karyanya, maka sebenarnya dia (pengarang) telah mati. Dia terpisah dari teksnya. Teks tersebut sekarang sudah bukan miliknya lagi.

Peristiwa kematian pengarang ini pada sisi lain akan dibarengi dengan kelahiran pembaca. Pembaca adalah orang yang berhak menerjemahkan teks. Teks bersifat tidak terikat. Maka akan sangat mungkin terjadi multitafsir antara satu pembaca dengan pembaca lainnya.

Pengarang adalah figur modern yang merupakan produk dari masyarakat sejak jaman pertengahan Empirisme Inggris, Rasionalisme Prancis, maupun yang lainnya. Dari sana Sastra kemudian menganut prinsip positivism.

Berdasar prinsip positivsm tersebut, hanya berlaku kebenaran tunggal, seperti yang berlaku pada kebenaran dogmatis agama. Dalam hal ini kebenaran versi pengarang memiliki kedudukan yang setara dengan kebenaran tuhan seperti dalam agama. Pengarang sebagai penyampai pesan tuhan (The massanger from God). Dari ulasan ini kita bisa menilai jika penganut positivism atau orang-orang barat begitu mengagungkan tulisan. Tulisan tidak hanya pada batasan rangkaian aksara, tetapi bisa saja mempengaruhi pemikiran seseorang.

Oleh karenanya, mari kita berbagi dengan tulisan agar tak tergolong pada pemikir yang mati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline