Lihat ke Halaman Asli

Maria Tanjung Sari

Blogger aktif. Untuk kerja sama bisa email di titikterang751@gmail.com

Memaknai Ramadan Dengan Berupaya Mengendalikan Emosi dan Tetap Berpikiran Positif

Diperbarui: 1 April 2023   18:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Credit Photo: Ilustrasi Canva

Di media sosial tahun 2022 lalu, banyak berseliweran berita akan datangnya resesi ekonomi hampir di seluruh dunia pada tahun 2023. Awal membaca berita-berita tersebut, saya merasa takut dengan segala apa yang bakal terjadi di tahun 2023 berkaitan dengan resesi. Bayangkan saja di tahun 2020, kita semua baru mengalami pahitnya pandemi yang berimbas dengan dirumahkannya sebagian masyarakat dari tempat mereka bekerja.

Hampir  3 tahun pandemi terjadi di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Dampak pandemi sendiri juga terjadi pada saya dan keluarga dimana hikmah terbesarnya adalah kami bisa mulai membuka usaha berjualan sembako kecil-kecilan di rumah sebagai salah satu ikhtiar ketika suami dirumahkan selama beberapa bulan. Memang tidak ada masalah tanpa solusi. Namun sebisa mungkin kita harus berpikir kreatif menciptakan solusi dari masalah yang sedang dialami, bukan hanya berpangku tangan tanpa mencari jalan keluar.

Lalu datanglah tahun 2023 dimana telah kita jalani sudah seperempat bagian, yang artinya 3 bulan telah dilalui. Entah apa yang dirasakan oleh masing-masing individu, namun bagi saya pribadi masih banyak evaluasi yang harus dilakukan, terutama yang menyangkut produktivitas kerja dan juga dalam hal kesehatan mental.

Ketika Ramadan 2023 datang, saya merasa ini merupakan momen untuk diri sendiri lebih memaknai kehadiran bulan suci umat Muslim seluruh dunia ini sebagai bulan untuk muhasabah atau introspeksi diri. Rasanya sebelum tahun 2023, bulan Ramadan saya lalui dengan ala kadarnya. Berpuasa namun seperti hanya menggugurkan kewajiban saja, belum ada perubahan yang signifikan bagi saya sebagai seorang Muslim.

Dari bulan Januari sampai Maret 2023 ini, sudah banyak peristiwa terjadi dalam hidup ini. Mulai dari hal yang berhubungan dengan pekerjaan, keluarga sampai pertemanan. Semuanya bak roller coaster, naik turun tanpa pernah menduga bahwa banyak peristiwa unik akan terjadi.

Sebagai manusia, wajar apabila kita meluapkan perasaan atas apa yang terjadi di lingkungan sekitar melalui emosi yang beragam. Sebagai manusia kita bisa marah, senang, sedih bahkan kecewa manakala mengalami sebuah peristiwa tertentu dalam hidup. Namun terkadang emosi yang berlebihan itu tidak baik bagi kesehatan mental. Jika kita mengalami peristiwa bahagia tentu tidak perlu ditanyakan lagi, pasti perasaan senang, gembira serta bahagia akan terpancar. Lalu bagaimana jika sebaliknya? Terkadang manusia lebih tidak siap ketika harus menerima peristiwa tidak menyenangkan dalam hidup mereka.

Memaknai Ramadan Dengan Kesehatan Mental yang Terjaga Dengan Baik

Belakangan ini saya sangat menyukai pembahasan mengenai kesehatan mental. Hal ini dikarenakan banyaknya pemberitaan yang saya ikuti, baik itu di media massa dan juga media sosial dimana ada beberapa orang mengalami masalah dalam kesehatan mental mereka yang berimbas pada perilaku yang merugikan diri sendiri.

Ada banyak faktor yang bisa menyebabkan seseorang mengalami masalah dalam kesehatan mental mereka, misalnya saja:

  • Stress di pekerjaan,

Ada banyak stress yang dialami seseorang berstatus sebagai karyawan sebuah perusahaan. Salah satunya mungkin seseorang akan mendapat tekanan di tempat kerjanya agar bisa menghasilkan omzet besar bagi perusahaan, sehingga otomatis berdampak pada meningkatnya ritme kerja. Adanya ritme kerja yang makin meningkat bisa jadi menyebabkan seseorang menjadi stress sehingga kesehatan mental pun menjadi terganggu.

  • Kondisi keluarga

Menjadi generasi sandwich di sebuah keluarga bisa menjadikan kesehatan mental seseorang tidak baik-baik saja. Sejatinya dalam sebuah keluarga itu saling mendukung satu dengan lainnya. Apabila hanya satu orang saja yang memahami anggota keluarga lainnya, maka tentu tidak terjadi keseimbangan dalam sebuah rumah. Saya memiliki teman kerja dimana dia selalu berusaha menyenangkan seisi rumah yang tinggal bersamanya. Namun di saat teman saya kesusahan, tidak ada satupun anggota keluarga lain yang mau membantunya. Sungguh menyedihkan bukan!

  • Mudah terdistraksi media sosial
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline