Lihat ke Halaman Asli

Permasalahan Produk Kebudayaan Novel Tere Liye: Gempuran Buku Bajakan di Era New Normal

Diperbarui: 16 Juni 2023   08:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

Menurut Soekanto (2009 : 150) kebudayaan adalah suatu hal kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh sekumpulan anggota masyarakat. Sementara itu produk kebudayaan mengacu pada segala sesuatu yang dihasilkan oleh manusia sebagai ekspresi dari nilai-nilai, norma, dan tradisi budaya. Ada berbagai macam produk kebudayaan seperti seni, teknologi, bahasa, dan lagu atau musik. Seni juga memiliki ragam jenisnya seperti seni rupa, seni musik, dan seni sastra. Salah satu wujud atau bentuk dari karya seni sastra yang termasuk ke dalam produk kebudayaan adalah novel. Novel merupakan salah satu bentuk produk kebudayaan yang memiliki peran penting dalam membentuk identitas dan warisan intelektual suatu masyarakat. Dalam hal ini, karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat (Soemardjan, 1964 : 115). 

Salah satu produk kebudayaan novel yang terkenal di tanah air adalah novel karangan Tere Liye. Novel-novel karangan Tere Liye telah menjadi fenomena kebudayaan yang sangat populer di kalangan pembaca Indonesia. Ciri khas novel karangan Tere Liye adalah karyanya selalu mengetengahkan pengetahuan dan moral kehidupan. Penyampaian yang unik dan sederhana ala seorang Novelis Tere Liye dapat membuat pembaca seolah-olah hanyut ke dalam isi cerita. Setiap cerita pun bertemakan kehidupan sehari-hari yang sering ditemui tetapi tetap sarat akan makna. Sebagai produk kebudayaan, novel-novel karya Tere Liye mencerminkan kekayaan budaya dan pengalaman manusia di Indonesia. Dalam setiap halaman, pembaca dapat menemukan nilai-nilai, norma, dan tradisi budaya yang melekat dalam masyarakat. Karya-karya ini menjadi salah satu cara untuk mengenali dan memperkuat identitas budaya tanah air. 

Namun, di tengah perkembangan era New Normal yang ditandai oleh peningkatan penggunaan teknologi dan penetrasi e-commerce, novel-novel karya Tere Liye menghadapi tantangan serius. Fenomena gempuran buku bajakan menjadi ancaman bagi keberlanjutan karya-karya sastra ini. Buku-buku bajakan yang tersedia secara luas di platform e-commerce seperti TikTok Shop dan toko online lainnya seperti Shopee menyebabkan penurunan pendapatan bagi penulis dan penerbit yang sah serta mengurangi apresiasi terhadap nilai karya asli. Padahal, pemerintah memiliki peran dalam menekan angka pembajakan dilakukan dengan mengeluarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang mulai diberlakukan tanggal 29 Juli 2003. Negara menjamin sepenuhnya perlindungan segala macam ciptaan yang merupakan karya intelektual manusia sebagai produk olah pikirnya baik bidang ilmu pengetahuan maupun seni dan sastra (Damian, 2004 : 17).

Sejak 2021-sampai saat ini, Tere Liye acapkali meluapkan kemarahannya di media sosial karena merajalelanya marketplace yang menjual buku bajakan. Ia tidak hanya menyayangkan gempuran buku bajakan karya miliknya melainkan semua karya penulis tanah air. Menurut Tere Liye, banyak cara untuk dapat membaca buku orisinal walaupun tidak memiliki cukup uang untuk membeli buku tersebut. 

"Buku-buku yang dijual di Tokopedia, Bukalapak, Shopee, dll dengan harga Rp20.000 s/d Rp40.000, nyaris 100% bisa dipastikan bajakan. Kalian dungu sekali kalau sampai membelinya. Jika kalian tidak punya uang, PINJAM bukunya ke teman, perpus, atau baca di aplikasi iPusnas. GRATIS. Jangan malah mensupport tukang bajak." tulis Tere Liye di laman instagramnya pada 13 juni 2023 lalu. Baginya, cara lain diperbolehkan asal tidak memberikan keuntungan untuk pembajak buku. 

Tere Liye juga memaparkan elemen-elemen rincian biaya pada suatu karya buku miliknya pada satu unggahan di laman instagram miliknya. Biaya mikir adalah tak terhitung, royalti penulis adalah sebesar 10-15% dari harga buku, biaya editor, cover, dll adalah sebesar 5-10% dari harga buku, pajak PPH adalah sebesar 0-25% dari harga buku, biaya promosi, proses penulis baru, dll adalah sebesar 10-15% dari hasil buku. Itu adalah proporsi atau andil persentase pada buku original. Sedangkan, pada buku bajakan semua komponen tersebut tidak ada bayaran alias nihil. Melalui unggahan tersebut Tere Liye ingin menyadarkan para pembaca maupun para followersnya bahwa buku bajakan murah karena para pembajak tidak membayar komponen-komponen di atas. Unggahan tersebut diposting ulang berkali-kali oleh Tere Liye. 

Isi

Dalam mengaitkan permasalahan ini dengan perspektif sosiologi kebudayaan Raymond Williams, kita dapat melihat bahwa sistem industri kebudayaan memainkan peran penting dalam menjaga keberlangsungan dan apresiasi terhadap karya-karya sastra, termasuk novel-novel karya Tere Liye. Williams mengidentifikasi beberapa subsistem yang membentuk sistem industri kebudayaan, yaitu creative artist, subsistem manajerial, media, dan feedback.

Apabila dianalisis dengan sistem industri kebudayaan, Tere Liye dipandang sebagai pencipta atau novelis (creative artist) yang berubah menjadi subsistem teknis yang memberikan "input" untuk sisa sistem. Dalam hal ini, ada kelebihan pasokan di subsistem teknis yang berisi lebih banyak novelis daripada yang dibutuhkan sistem secara keseluruhan. Pada input boundary, seniman kreatif menggunakan "penanda batas", seperti agen, agar karya mereka diperhatikan oleh organisasi produksi, atau mereka dapat bertindak sebagai agen mereka sendiri, misalnya seorang Tere Liye yang acapkali mempromosikan karya novelnya di akun instagram pribadinya.

Kemudian bergeser pada subsistem manajerial. Subsistem manajerial terdiri dari organisasi yang benar-benar menghasilkan produk yakni penerbit, agen, dan distributor. Terkadang hal ini merupakan perusahaan besar, tetapi terkadang tidak. Mereka memiliki peran penting dalam menjaga keberlangsungan karya-karya Tere Liye dengan cara mengelola proses penerbitan, pemasaran, dan distribusi. Namun, fenomena gempuran buku bajakan mengancam subsistem manajerial ini karena mereka tidak mendapatkan penghasilan yang adil dari penjualan buku bajakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline