Lihat ke Halaman Asli

M. Hamse

Hobi Menulis

Fiksi Mini | Warung Bu Mirah

Diperbarui: 4 Desember 2024   06:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

           "Biasa, Bu," kata Ray dari meja favoritnya, paling sudut.

            Ray terlihat galau. Pandangannya kosong menatap layar ponsel. Berharap pesannya dibalas. Sudah sekian hari pesan itu dikirim, tak dibalas juga.

           "Lemes sekali, Nak," kata Bu Mirah sambil menyodorkan pesanan.

           "Ah, Ibu tidak menagih utang makanmu. Ibu paham kondisimu," lanjut Bu Mirah.

            Ray hanya tersenyum. Sebagai pemuda pekerja serabutan, tentu Ray tidak mampu melunasi utangnya dalam waktu singkat. Akhir-akhir ini, ia memilih tiduran sepanjang hari. Semangatnya pudar saat gadis pujaannya memilih mengakhiri hubungan.

           "Aku mencintaimu, Ray. Sungguh!" kata Ananda.

            Ray terlihat sinis dengan ucapannya. Ia menahan kesalnya.

           "Kenapa harus mengakhiri jika mencintai?" katanya diiringi suara parau.

           "Pahami aku, Ray, tolong!" kata Ananda lirih.

            Keadaan menjadi canggung. Ray bingung bagaimana harus berbicara lagi. Sepertinya percuma, Ananda tetap ingin pergi.

           "Ibu sudah menjodohkanku dengan pilihannya. Aku tak kuasa menolak, Ray," jelas Ananda sebelum ia beranjak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline