Aku memekik ngeri! Sepi merantai hati. "Ada apa ini? Kenapa aku ditinggal sendiri?" beberapa pertanyaan muncul tanpa henti. Jawabannya tak kutahu sendiri. Yang kutahu, aku terlilit sepi sampai lupa diri.
"Apa salahku?" pertanyaan ini tiba-tiba muncul.
Setelahnya aku bergelayut dalam kenangan bersamanya.
"Aku tak akan meninggalkanmu!" katanya sambil mengacungkan dua jarinya tanda janji.
Aku hanya tersenyum dan menatap dalam-dalam matanya.
"Aku Bahagia denganmu," kataku.
Aku Kembali memekik sendiri dalam sepi. Ini sangat menyiksa diri. Seolah hidup tak lagi berarti. Benar kata Chairil Anwar dalam puisinya berjudul "Di Ponegoro"-Sekali berarti Sudah itu mati. Aku merasa ia tak lagi mencintaiku. Aku tidak lagi berarti baginya. Cintaku mati tidak bersemi di hatinya.
Aku Kembali memekik dalam sunyi. Kali ini suaraku tak tinggi lagi. Suaraku habis! Aku membiarkan air mata berjatuhan di lantai. Aku benar-benar sendiri.
"Gila yak amu teriak-teriak! Sudah malam tahu!" istriku tiba-tiba mendobrak pintu.
Aku kelimpungan.
"Ah, masa? Tidak kok!"