Sayup-sayup dalam kegersangan
Kulihat bayang-bayang yang mengalun
Jauh tak tersentuh
Waktu mungkin membatasi hati merindu
(Kutipan Puisi "Dalam Remang Rindu" karya M. Hamse)
Aku menghela nafas panjang nan berat. Rindu seolah mengikat. Aku terperangkap jerat! Bayanganmu berkelabat, menghantui hariku yang harusnya bersahabat. Semakin kumenolak rindu, semakin kutersesat.
"Secantik apa sih dia sampai kamu begini? Ini kopi kesekian hari ini," kata ibuku yang tiba-tiba muncul.
"Cantiknya seperti Ibu," jawabku singkat.
Ibu mulai senyam-senyum. Aku ikut tersenyum, meski hatiku perih teriris.
"Hilang satu tumbuh seribu, ingat itu, Nak!" kata ibu.
"Ya, Bu. Dari seribu itu, mungkin tak satu pun yang berkenan," jawabku.
"Engkau mesti membuka hati," kata ibu lagi.
"Hatiku hanya terbuka untuknya, Bu!"
Ibu terlihat diam. Aku menatapnya perlahan, semoga ibu memahami hatiku yang sulit melupakan cintaku.
"Yakin?" tanya ibu.
Aku mengangguk. Kenyataannya memang begitu. Kepergiannya dulu sungguh menyiksa. Aku terpanggang dalam api rindu.
"Belajarlah untuk ikhlas," kata ibu.
"Ini anak teman ibu. Barangkali bisa mengganti posisi cintamu yang hilang," kata ibu sambil menunjukkan fotonya.
"Cintamu tidak hilang. Egomulah yang bimbang. Sania menunggumu selama ini," kata ibu saat mataku terbelak menatap foto itu.
"Ibu tahu?"
"Ibunya temanku sejak lama. Aku diberitahu. Sudahlah, lupakan kesalahan masa lalu. Datangi Sania," kata ibu.
"Aku termat bodoh, melepaskannya karena egoku. Aku janji untuk tidak mengulanginya."
17 Juli 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H