Lihat ke Halaman Asli

M. Hamse

Hobi Menulis

Warisan Animisme dalam Budaya Manggarai: Harmoni dengan Leluhur dan Alam

Diperbarui: 16 Juli 2024   07:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri: Ritual Adat Manggarai

          Animisme, yang merupakan kepercayaan terhadap roh-roh leluhur , memang masih sangat melekat dalam kehidupan masyarakat Manggarai. Dalam budaya Manggarai, berbagai ritual dan upacara adat dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur dan alam sekitar. 

Ritual ini dianggap penting untuk menjaga keseimbangan dan harmonisasi dengan alam, serta diyakini dapat menghindarkan diri dari malapetaka atau bencana. Praktik-praktik animisme ini sering kali dilakukan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari dan merupakan warisan budaya yang dijaga dan diteruskan dari generasi ke generasi. Sampai sekarang, memang tidak semua meyakininya. Beberapa menolak percaya terhadap praktik ini.

Animisme Masyarakat Manggarai Bentuk Kepercayaan Tehadap Kekuatan Alam atau Roh yang Mendiami Sesuatu

Dokpri: Ritual Adat Di Sumber Air

        Kepercayaan animisme mempercayai bahwa setiap benda di bumi ini (seperti kawasan tertentu, gua, pohon atau batu besar), mempunyai jiwa yang mesti dihormati agar roh tersebut tidak mengganggu manusia (wikipedia.ac.id).

Animisme dalam budaya Manggarai mencerminkan kepercayaan yang mendalam terhadap roh-roh dan kekuatan alam. Meski sebagian besar masyarakat Manggarai telah memeluk agama resmi, kepercayaan animisme tetap menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari mereka.

Budaya sangat mengental dalam nadi kehidupan masyarakat Manggarai. Contohnya: upacara teing hang empo (persembahan kepada leluhur), tudak pasa/paca (dilakukan saat prosesi belis) dan lain sebagainya.
     Sebelum membangun sesuatu, misalnya rumah, didahului upacara adat. Upacara adat ini dipandu oleh tokoh adat. Kurban yang dipakai biasanya ayam jantan dengan warna bulu tertentu. Upacara adat ini adalah bentuk doa dan permohonan kepada leluhur dan roh yang mendiami tempat itu agar senantiasa melindungi dan memperlancar proses pembangunan atau acara lain.

Ritual  Penggalian Sumur Air

Dokpri: Tetesan Darah Ayam dan Sesajen

    Beberapa bulan yang lalu, saya menggali sumur dekat rumah. Penggalian sumur tersebut tidak diawali upacara adat yang diyakini masyarakat setempat. Proses pembangunannya lancar tanpa hambatan hingga selesai. Prosesi adatnya dilakukan setelah rampung. Upacaranya diawali tuak tura (permintaan maaf kepada leluhur dan roh yang mendiami tempat tersebut) berupa sebutir telur. 

Hal tersebut dilakukan sebab awal penggalian tidak dilakukan upacara. Upacara adat dilanjutkan, berupa ucapan terima kasih kepada Tuhan Sang Pencipta, kepada leluhur, dan roh yang mendiami tempat tersebut. Persembahan yang diberikan berupa ayam jantan berbulu Sepang/cepang (bulu orange kecoklatan dan navy).      

Setelah upacara berupa doa adat (go'et) tersebut, asam disembelih. Darah diteteskan di bagian luar sumur. Kemudian ayam dibakar dan diambil bagian tertentunya. Yang diambil lalu dipanggang biasanya dagu ayam, bagian dada ayam, dan hati. Tiga bagian itu (dalam bentuk potongan kecil) dibakar, lalu dicampurkan nasi untuk kemudian dipersembahkan.
         Meskipun beberapa orang mungkin tidak lagi percaya pada praktik-praktik animisme ini, mereka tetap menjadi bagian penting dari warisan budaya yang dijaga dan diteruskan dari generasi ke generasi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline