Lihat ke Halaman Asli

M. Hamse

Hobi Menulis

Fiksi Mini | Senyum Sophia

Diperbarui: 4 Juli 2024   18:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Sangat melelahkan kumenunggunya di sini. Kalau aku menyerah, sama artinya aku pengkhianat rasa. Buih rinduku membara, tak bedanya warna awan seberang sana sore ini. Aku menunggunya hingga matahari kembali ke peraduan dan ia tak jua muncul. Rinduku memuncak.


         Aku mulai jenuh, hanya saja kucoba bertahan demi cintaku padanya. Aku mulai mencari kesibukan lain di tempat ini. Sekedar mengusir kejenuhan menunggu kedatangannya.
         Beberapa kali ponselku berdering. Kudapati chat drinya, tak beda seperti sebelumnya.


            "Tunggu yang, ntar lagi sampai kok!"


            Aku mengelus dada. Menarik nafas panjang.


             "Ya," jawabku singkat.


         Dari arah depan, sayup-sayup kumelihat bayangan. Semakin jelas, itu dia yang kutunggu. Kejenuhanku mulai menghilang saat menatap wajahnya. Ia melambaikan tangan. Aku segera berlari kecil ingin memeluknya. Sekejap saja, ia menghilang.


         "Malah main petak umpet," gumamku.


          Ponselku terus berdering. Aku berhenti sesaat untuk menjawab panggilan.


         "Ini Kinan? Maaf, aku mendapati panggilan terakhir atas namamu," jelas dari seberang.


         "Sophia di sini kok? Kok bisa ponselnya sama kamu ya?" kataku.


         "Tidak mungkin, aku menolongnya saat kecelakaan  sepuluh menit lalu. Pendarahan hebat membuatnya tak tertolong," jelas orang itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline