Pertengkaran hebat melanda kehidupanku saat ini. Badai belum berlalu! Sebelumnya aku dan istri bertengkar gara-gara aku telat pulang. Sisanya, membicarakan masa depan, yang entah ada atau tiada!
"Sampai kapan, Mas, ngontrak? Anak sudah besar," celoteh istriku.
Aku memilih diam. Salah satu senjata menghadapi "keriuhan" istri. Aku mulai menyalahkan takdir yang terjadi. Sekolah tinggi, mengantongi izasah S-1, aku masih belum mencapai puncak kebahagiaan. Kerja serabutan, jadi cibiran tetangga, di-bully teman seangkatan, rasanya ingin mati saja. Belum bangun pagi karena alarm omelan istri.
"Mas!" teriak istriku, kecantikannya yang kupuja selama ini berubah, diganti keberingasan singa betina.
"Pelan saja, Yang. Tidak malu didengar tetangga," jawabku kalem.
"Ngontrak sampai rambut beruban, masa begitu?" lanjutnya.
Aku menegak segelas air mencoba mendinginkan telinga dan kepalaku yang mulai panas. Omelannya kian menjadi-jadi. Gajiku tidak ada nilai di hadapannya. Aku mengelus dada,"Seandainya ia tidak beli skincare, tas mewah, gaun, lipstik, sepatu hak tinggi, mungkin rumah sudah terbeli," gumamku.
29 April 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H