Dari Riki, aku tahu kepulangan Dini. Bukan main riangnya hati ini. Tak hanya rindu yang kumiliki, tapi juga cinta suci ingin memiliki. Sudah saatnya Dini mengetahui isi hati ini. Semakin lama kupendam sendiri, takut ada yang memiliki, Dini. Itulah sebabnya aku di sini, di bandara, menunggunya dengan seikat kembang mini.
Aku juga telah tuliskan puisi. Niatnya kubaca setelah menemui, Dini. Aku sudah siapkan diri, menahan malu jika nanti banyak yang iri.
Dirimu kucintai
Ini hati tak bisa pungkiri
Nanti kujanji mencintai sepenuh hati
impianku hidup mati denganmu kini
Dari kejauhan aku melihat, Dini. Aku tersenyum sendiri melihatnya makin cantik dari hari ke hari. Rambutnya dibiarkan terurai. Terombang ambing ditiup angin sepoi. Kaca mata hitamnya sangat aduhai, menambah kecantikannya yang tak tertandingi. Hati ini jadi tak tahan untuk segera menghampiri.
Langkahku terhenti, saat melihat Riki memeluknya sambil cipika cipiki. Keduanya lalu menghampiri.
"Kamu di sini, Rafi?" tanya Riki.
"Apa kabar, Rafi?" tanya Dini.
Aku tersenyum kepada, Riki, pertanda ia memenangkan persaingan ini. Kembang yang sejak tadi kusiapkan, layu sendiri. Syair indah yang tertulis dari hati, hilang bentuk seiring hati yang remuk ini.
08 April 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H