Lihat ke Halaman Asli

M. Hamse

Hobi Menulis

Berdamai dengan Kekalahan Wujud Petarung Sejati

Diperbarui: 27 Februari 2024   19:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri: Pawai Kemenangan Caleg Terpilih

Mereka yang siap dengan kekalahan, sama siapnya menyambut hari kemenangan." (Tere Liye)           Dalam sebuah kompetisi, hanya akan ada dua hasil: menang dan kalah! Yang menang akan merasa ekspektasinya tercapai. Kebahagiaan akan memenuhi hidupnya. Bagi yang kalah akan merasa ekspektasinya tidak terwujud. Mau bagaimana lagi, toh perjuangan tidak harus menghasilkan buah yang manis.  

Dalam kompetisi, kekalahan adalah bagian dari proses. Yang penting adalah bagaimana kita belajar dan tumbuh dari pengalaman tersebut. Keberhasilan sejati seringkali datang dari ketekunan dan ketahanan untuk bangkit setelah kegagalan. Kekalahan yang paling memalukan adalah menyerah. Pertanyaannya, apakah kontestan demokrasi mau kalah memalukan? Tentu ini pilihan yang  (cukup) sulit.

          Pesta demokrasi memang selalu menjadi momen penting dalam sejarah sebuah negara. 14 Februari tahun ini akan diingat sebagai hari penentu bagi pemimpin dan wakil rakyat baru. Pesta demokrasi yang baru usai tentu mengukir sejarah tersendiri. 14 Februari adalah hari penentu siapa yang berhak menduduki kursi nomor satu di negara ini. Hari yang sama juga penentu siapa saja yang berhak mewakili rakyat. Tentu ini sangat menarik, sebab semua peserta demokrasi berambisi untuk menduduki tahta. Tak jarang, untuk mencapainya dilakukan dengan berbagai cara.

Berdamai dengan kekalahana wujud petarung sejati

        Pemenang sejatinya orang yang berintegritas. Sebab ia berhasil memenangkan hati rakyat dengan visi misi yang jelas. Bukan yang berarti yang kalah tidak berintegritas. Kekalahan terjadi mungkin saja faktor-faktor lain yang memengaruhi hasil akhir. Faktor lain di sini misalnya strategi kampanye yang kurang efektif, popularitas calon lebih rendah dari pesaing, dan bisa jadi visi misinya tidak masuk akal.
       Kontestan yang kalah patut berdamai dengan kekalahan itu. Tidak perlu mengambinghitamkan kekalahan kepada orang lain. Yang kalah cukup merefleksi diri, evaluasi keseluruhan proses yang dijalani dan penting mengakui kemenangan lawan. Yang kalah harus sportif dan perlu belajar banyak dari yang menang.
      Menghadapi kekalahan dengan sikap sportif dan mengambil hikmah darinya adalah tanda kedewasaan dan integritas. Menyalahkan orang lain atau menuntut kembali pemberian yang sudah diberikan hanya akan menimbulkan ketegangan dan mencerminkan ketidakmampuan untuk menerima kenyataan dengan lapang dada.

26 Februari 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline