"Nina mengagumimu," kata Wine setiap kali bertemu.
Nama itu tidak asing bagiku. Ia gadis berperawakan sederhana, cukup menggemaskan. Tetapi, ada yang mengganjal jika kuharus memulai kisah asmara dengannya.
"Kurang apa coba? Cantik, baik, anak tunggal, bapak pengusaha, mamanya dokter terkemuka," pinta Wine.
"Kamu kira aku laki-laki apaan? Materialis?"
"Ya, bukan itu, maksudku, Nina perfect."
"Terus, aku harus memaksa hatiku untuknya?"
"Ya, coba, siapa tahu takdir," Wine terus memaksa.
"Ntar, aku balas inbox facebook-ku dulu," kataku sambil mengetik pesan.
Kau tahu, aku tidak sesuai persepsimu.
Terkadang suara hati lebih baik.