Lihat ke Halaman Asli

M. Hamse

Hobi Menulis

Fiksi Mini: Cincin Pembelian Ibu

Diperbarui: 17 November 2023   06:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

       Aku di-chat kekasihku untuk bertemu di kafe langganan. Tentu aku bahagia. Sebab aku tak perlu keluar biaya. Ia biasa menraktirku sehabis gajian. Maklum, aku laki-laki tersial di bumi, lalang buana mencari kerja, tak dapat jua. Untungnya aku memiliki kekasih setia yang tak memandang harta.
       Aku menatap dari pintu kaca. Aku melihatnya di kursi sudut kafe. Aku tahu, itu dia, sedang asyik menyeruput jus kesukaannya. Sejenak aku mematung, membayangkan kebaikan dan keikhlasannya menjalin asmara denganku: laki-laki yang membeli kado dari uang pemberian ibu!
      "Hai," sapaku.
       Seperti biasa ia tersenyum dan menyilakan kududuk.
       "Rapi amat?" celetuknya bergurau.
       "Maklum, ketemu yang tersayang," godaku.
       Ia hanya tersenyum.
       "Ini tidak mahal seperti ekspektasimu," kataku sembari memegang tangannya.
       "Aku pakaikan, ya?" kataku.
        "Udah dapat kerja, bisa beli cincin ini?" tanyanya.
         Aku menggeleng.
         "Minta uang Ibu," kataku.
         Wajahnya seketika berubah. Aku tahu, ia tak suka jawabanku. Ia pernah bilang, aku harus mandiri. Ya, aku mau dan aku tahu. Mau bagaimana lagi, ijazahku hanya penghias lemari di rumah.
         "Seharian aku membujuk Ibu untuk belikan cincin ini," kataku.
        Ia menatapku tajam. Aku tahu ia tak suka. Seorang laki-laki dari meja seberang menatapku tersenyum. Aku memberi tanda untuk ia tak beranjak menghampiriku, tapi ia tidak mengerti.
        "Pak Dev, aduh tidak sangka kita bertemu," kata laki-laki itu.
        "Sayang, kemari! Kenalkan ini, Pak Dev, pemilik show room mobil tempatku bekerja," laki-laki itu memanggil istrinya.
        Andini terdiam. Ia memastikan yang ia dengar. Sedangkan aku sibuk menyalami pasangan itu, Pak Riki dan istrinya.
       "Kamu berbohong, Dev?"
       "Andini, aku jelaskan nanti. Lanjutkan romantis ini," pintaku.
       Andini mengusap air matanya. Ia beranjak pergi. Aku mematung, memandangnya yang bergegas berlalu.
 
16 Nov 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline