Mendekat Mimpi
"Apa aku harus ke sana?" tanyaku.
"Lelaki sejati tidak menunggu, ia harus mengejar," kata temanku, Tiago.
Ada yang mengganjal pikiranku, jika harus mendatanginya. Bayangkan rasa maluku jika ia cuek, pikirkan saja jika ia pergi jika aku duduk di kursi kosong sebelahnya, atau jika ia sudah berpunya.
"Aku malu," kataku.
Tiago tertawa lepas,"Haruskah aku menemanimu? Katanya hendak beristri, kenalan saja tak nyali," kata Tiago lagi.
Aku mengumpulkan nyali mendekati gadis cantik di sudut kemah. Hendak berdiri, seolah nyaliku mati. Aku menyalahkan diri, yang lahir tanpa percaya diri.
"Kenapa lagi?" Tiago terus bertanya.
"Ya ampun, Dadang, kok keringatan?" Tiago lagi-lagi tertawa.
Aku kesal.
"Satu seloki," kataku.
Tiago semangat menuangkannya. Aku menegaknya. Aku minta satu lagi dan lagi. Ada yang berubah, spiritku bertambah. Nyaliku naik. Aku bergegas menghampiri gadis itu.
"Yang kuat, Dang," kata Tiago.
Sejak tadi, Ari, sahabatku yang lain duduk manis, bercengkrama ria dengan gadis itu.
"Satu seloki lagi, Go," kataku.
Aku larut dalam pengaruh alkohol. Rasa sakit sangat menyesakkan. Ari lebih cekatan dibanding aku.
Samar-samar ada yang datang mendekat. Ia duduk di sampingku.
"Dara," kenalnya.
Ari mendatangiku. Ia tersenyum. Tiago ikut tersenyum.
"Dang, manfaatkan waktumu," kata Ari.
Aku tersenyum.
16 September 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H