Β Β Β Β Β Β Β Β Β Β Β Β Β Β Β Β
.
Β Hujan mengguyur deras. Sialnya aku tak bawa mantel. Perjalanan masih cukup panjang. Aku memilih berteduh. Untungnya ada sebuah warung kecil dengan lampu temaram. Aku sempat bingung ada warung di jalanan sepi ini.
Β Β Β "Mas," suara itu mengagetkanku.
Β Aku tersipu. Wajah putih mulus itu menggoda.
Β Β Β "Teh, kopi?" tawarnya.
Β Β Β "Kopi," jawabku.
Β Ia tersenyum, lalu bergegas ke belakang. Aku masih meringkuk dingin. Pakaianku basah semua.
Β Β Β "Ini handuknya," katanya lagi.
Β Aku hanya tersenyum. Tak berapa lama, ia membawakan satu celana pendek dan kaus berkerah.
Β Β "Ganti dulu, nanti baru ngopi. Masuk saja dalam bilik itu," katanya sambil menunjuk ke arah bilik.
Β Seperti biasa aku tersenyum saja. Aku bergegas mengganti bajuku. Aku memandang sekitar bilik itu. Tampak beberapa pakaian bergantungan. Ada pula beberapa helm. Aku mengintip lewat jendela, tampak beberapa motor terparkir. Aku mencium bau amis. Dalam sinar yang temaram, aku memandangnya. Ia mendekat ke arahku. Ia terseyum dan mengatakan sesuatu.
Β Β "Maaf," aku merasakan sesuatu menusuk tubuhku.Β
13 April 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H