Lihat ke Halaman Asli

Mocca Float, Favoritku di KFC

Diperbarui: 8 November 2016   21:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekali lagi aku baca isi email itu, memastikan mataku tidak salah menangkap satu paragraf singkat dalam email tersebut.

“Halo, Bluebell. Kami sudah mempelajari sinopsis dan sampel bab kamu mengenai Astral Projection Yunani Kuno dan tertarik dengan ide cerita kamu untuk diangkat dalam sebuah novel. Kira-kira siap mengerjakannya dalam waktu yang ditentukan yaitu 4 bulan dari sekarang? Kami tunggu jawabannya.”

Alhamdulillahi rabbil alamin. Kedua telapak tanganku saling bertaut di depan dada, kedua sudut bibirku melekuk, membentuk senyum lebar yang menghiasi wajahku. Sedetik kemudian, aku melompat dari kursi, mengepalkan kedua tangan sambil berkata, lumayan keras, "Yes!"

Untunglah semua teman sekantorku sudah pulang beberapa menit sebelumnya. Hingga tidak ada seorang pun yang melihat tingkah konyolku barusan. Syukurlah, image sopanku tidak tercoreng. Hehehe.

Sore itu, sebelum pulang, aku menyempatkan diri melihat email pribadiku dari komputer kantor, eemm biasalah, demi menghemat kuota HP. Dan aku menemukan email baru dari penerbit. Email yang sudah aku tunggu selama satu setengah bulan.

Kebahagiaan memenuhi hatiku, diriku. Bagaimana tidak? Setelah berkali-kali mendapatkan penolakan, akhirnya aku mendapatkan kesempatan itu, menerbitkan novel pertamaku.

Segera aku membalas email mereka dengan satu kalimat tegas. “Iya, insyaAllah saya bisa melakukannya dengan bimbingan dari penerbit. Saya tunggu kabar selanjutnya tentang apa saja yang harus saya lakukan.”

Setelah itu, dengan kebahagiaan yang membuncah aku meninggalkan kantor.

Aku ingat, saat itu ingin rasanya aku bernyanyi keras, sambil menari dan berputar-putar. Seperti yang aku lakukan saat kecil dulu, setiap kali merasa gembira.

Karena itu aku mengingatkan diriku sendiri bahwa aku bukan anak kecil lagi. Selain itu, kantorku berada di komplek perkantoran, jadi aku harus menahan diri jika tidak ingin orang-orang dari kantor-kantor sekitar tertegun menatapku, karena tingkah konyolku, lalu menggelengkan kepala sambil menghela napas panjang. Namun, aku tidak bisa mencegah bibirku membentuk senyum lebar, menghiasi wajahku.

Aku perlu sesuatu untuk menenangkan diri, sesuatu untuk menyalurkan energi berlebih yang melingkupiku. Juga, aku ingin, merayakan disetujuinya ide ceritaku menjadi novel.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline