Menurut Jeremy Bentham, bahwa hukum adalah perintah penguasa, jadi hukum hanya ada dalam peraturan tertulis yang dibuat oleh penguasa negara, yang juga dianut oleh John Stuart Mill, Rudolf von Jhering, dan Wolfgang Friedman.
Sebagai pengembangan dari teori utilitarianisme dari Jeremy Bentham. Teori lebih diutamakan sebagai pisau analisis dalam permasalahan pemerintah dalam kajian perlindungan hukum bagi korban pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum di Sumatera Barat.
Hukum yang meluaskan fungsinya untuk melakukan rekayasa sosial (law as a tool of social engineering) untuk menciptakan sebuah masyarakat yang menjadi cita-cita bangsa. Sejalan dengan itu maka disingkronkan dengan konsep Philipe Nonet dan Philip Selznick dengan 3 (tiga) corak hukum (hukum otonom, hukum represip dan hukum responsif).
Utilitarianisme adalah teori konsekuensialis. Utilitarian menganggap bahwa tindakan itu benar jika mereka memaksimalkan appiness/kesenangan dan meminimalkan ketidakbahagiaan/sakit; atau, tindakan itu benar jika mereka memiliki utilitas terbesar. Dasar dari utilitarianisme adalah menanyakan apa yang memiliki nilai intrinsik, (nilai itu sendiri) dan kemudian akonsekuensi dari suatu tindakan dalam hal hal-hal yang secara intrinsik berharga. Utilitarianisme memiliki memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap undang-undang.
'Pendiri' Utilitarianisme adalah Jeremy
Bentham (1748-1832) dan John Stuart Mill (1806-1873) Mereka mendirikan utilitariani sm dengan premis bahwa kesenangan (kebahagiaan) adalah kebaikan tertinggi. Tujuan etika bukan hanya pembelaan yang pasti (kebahagiaan) dari individual, tetapi yang terbesar kesenangan (happiness) untuk bilangan terbesar . Bagi Bentham, tujuan yang lebih luas ini adalah konsekuensi dari kepentingan pribadi individu, sedangkan untuk Mill, ini didasarkan pada naluri sosial dimanusia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H