Lihat ke Halaman Asli

[FSC] Lelakiku Di Dekapan Kabut Wamena

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sayang... Kali ini aku tak sms atau menelpon,aku datang padamu dalam wujud lain, seorang kawan sedang menantangku mengirimkanmu surat cinta. Iya... surat cinta... hal yang tak pernah lagi kulakukan delapan tahun terakhir ini. Simaklah baik-baik apa yang akan aku ungkapkan dan tak apa jika kau tak bisa membalasnya, aku tahu kau paling takut menerima surat cinta karena kau tak tahu cara membalasnya, baca saja Sayang seperti biasa... Sayang... Bagaimana ramadhanmu kali ini ? tahun lalu kita melewatkannya di tempat terpisah kau di kota yang lumayan panas ini, aku di sana tempat yang berkabut itu, dan kini kita terpisah lagi, kau di dalam dekapan kabut Wamena yang dingin dan tanpa pelukanku yang membantumu menghangatkan diri. Aku merindukanmu... tanpa ku tuliskan itu aku yakin kau turut merasakannya bukan ? Aihh... dan sekarang kau pasti sedang meringkuk kesal di sudut kamar karena dingin yang turun dari pegunungan Jayawijaya itu... Sayang... Aku tahu kau bukan Bang Thoyib yang tak pulang-pulang, tapi kapan kita terakhir bertemu ? Dua idul fitri telah lewat tanpa kebersamaan kita , ahhh... satu idul fitri ini rekormu kan menyamai Bang Thoyib, Sayang...  tak apalah... tak apa... sebab kepergianmu terukir jelas niat dan keberadaan pastimu, kau tak sedang hilang ditelan bumi, hanya saja saat ini kau sedang dalam dekapan kabut kota kecil itu dan bergelut dengan hari-harimu yang terisi dengan perangkat ponsel yang telah terpisah, cairan tinner, cairan flux, hangat solder dan blower. Sayang... Jaga emosimu yaa... apalgi saat ini kita sedang berpuasa, sabarlah menghadapi mereka penduduk asli yang katamu keras meski kurang ilmu pengetahuan. Mereka hanya tidak paham bahwa mengerjakan ponsel mereka yang rusak tidak seperti sedang bermain sulap, jangan terpancing emosi dan tetaplah waspada. Jangan sampai lembaran-lembaran biru dan merah yang kau terima itu membuatmu celaka, atau terlupa syukur pada Allah Maha Pemberi Rezki. Sayang... Aku mencintaimu... dalam setiap doaku segala kebaikan untukmu terselip disana, anak-anak pun merindukanmu. Meski tahun ini kau tak pulang lagi, jangan biarkan mereka merasa jauh darimu. Sayang... jangan telat makan dan perbanyak istirahat, aku tak ingin mendengar malaria tropicana menyerangmu lagi. Tetaplah bersujud pada Allah, mohonlah perlindunganNya, jaga dirimu baik-baik Sayang, yakinlah cinta dan kerinduan kami padamu akan membuat hatimu senantiasa hangat dalam dekapan kabut Wamena yang dingin... Mariana Janis, No peserta : 202 NB : Untuk membaca hasil karya para peserta Fiksi Surat Cinta yang lain maka dipersilahkan berkunjung ke Malam Perhelatan & Hasil Karya Fiksi Surat Cinta [FSC] di Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline