Lihat ke Halaman Asli

Pemilihan ASI dan Susu Formula pada Bayi dari Ibu dengan HIV/AIDS

Diperbarui: 26 Oktober 2018   08:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: shutterstock

Di artikel sebelumnya, saya sempat sedikit menyinggung tentang pemberian ASI pada bayi dari Ibu dengan HIV-AIDS (BIHA). Dalam artikel itu saya menulis bahwa ASI masih boleh diberikan pada BIHA, namun ada syaratnya.

Seperti yang telah diketahui oleh masyarakat umum, ASI memiliki gizi yang lengkap dan mencukupi kebutuhan bayi usia 0 sampai 6 bulan. Lebih hebat lagi, ibu yang memiliki bayi prematur akan memiliki ASI yang sesuai untuk kebutuhan bayinya selama 2 minggu. 

Lebih dari itu ASI ibu akan berubah menjadi ASI matur (ASI yang sesuai untuk bayi yang tidak prematur). Selain lengkap gizinya, ASI juga mengandung komponen immunoglobulin A (IgA) yang mampu melindungi pencernaan bayi dari beberapa jenis infeksi.

Sayangnya, ada beberapa jenis virus dan bakteri yang dapat ikut masuk ke dalam ASI dan menular ke bayi. Salah satunya, yang masih ditakuti saat ini: virus Human Immunodeficiency Virus atau HIV.

Bayi dari ibu dengan HIV-AIDS atau mulai sekarang akan saya sebut BIHA, berisiko tertular HIV dari ibunya melalui ASI. Tentu saja selain penularan di dalam kandungan dan ketika lahir. 

Untuk kedua jenis penularan yang saya sebut belakangan, pemerintah telah berupaya menekannya dengan mewajibkan semua ibu hamil untuk skrining HIV dan bagi ibu yang positif HIV harus melahirkan secara sectio caesaria. Semua bertujuan untuk mengurangi angka penurunan (penularan) HIV dari ibu pada anak.

Bagaimana setelah lahir? Bayi tentu saja perlu mendapat makanan dan makanan yang paling baik bagi bayi adalah ASI. Namun, pada ibu dengan HIV, ASI-nya dapat mengandung virus HIV. Risiko bayi tertular lewat ASI akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur, terutama jika bayi sudah mendapat makanan lain.

Pedoman di luar negeri rata-rata sudah menyatakan untuk pemberian susu formula pada BIHA. Namun tetap saja harus memenuhi syarat AFASS, yaitu: acceptable, feasible, affordable, sustainable, dan safe.

Acceptable atau dapat diterima  artinya pemberian susu formula itu harus tidak menyalahi kultur yang ada. Jika dalam suatu masyarakat pemberian susu formula dianggap tabu (atau membuat ibu dibully habis-habisan) maka syarat pertama ini sudah gugur. Bayi tidak boleh diberi susu formula.

Feasible atau dapat dilaksanakan, artinya: ibu dan keluarga, memiliki waktu, pengetahuan, kemampuan, dan sumber daya yang cukup untuk membuat susu formula serta memberikannya pada bayi sampai 12 kali dalam 24 jam. Ini karena bayi (baru lahir) akan minum tiap 2 jam. Jika keluarga tidak mampu melakukan hal ini, pemberian susu formula tidak boleh dilakukan.

Affordable atau terjangkau, artinya: ibu dan keluarganya, serta masyarakat atau sistem kesehatannya mampu membeli susu formula (dalam jumlah cukup) tanpa membahayakan keuangan keluarga. Bahaya kan kalau sekeluarga jadi tidak bisa makan gara-gara uangnya habis digunakan untuk membeli susu formula?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline