Lihat ke Halaman Asli

Persyaratan Menjadi Donor ASI di Indonesia

Diperbarui: 24 Oktober 2018   11:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sekitar seminggu lalu, beredar berita tentang seorang sosialita asal Thailand yang dikritik para dokter karena menyumbangkan ASI-nya sebanyak 15 lemari es. Passavee Payacaboot merasa dirinya meproduksi terlalu banyak ASI untuk buah hatinya sehingga menyumbangkan sebagian besar ASI-nya bagi bayi-bayi yang membutuhkan, mengingat masih banyak ibu yang kesulitan memproduksi ASI untuk bayinya.

Kita tentu tahu bahwa ASI adalah makanan terbaik bagi bayi. Batasan asi eksklusif saja (bukan ASI eksekutif ya) dinaikkan dari 4 bulan (waktu saya masih bayi) menjadi 6 bulan. ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa makanan dan minuman lain (kecuali obat) pada bayi. Pada sebagian besar bayi, ASI saja sudah cukup memenuhi kebutuhan gizinya sampai usia 6 bulan. Selain itu, ASI mengandung immunoglobulin A (Ig A) yang memiliki aktivitas antitoksin terhadap enterotoksin (racun) yang dihasilkan oleh bakteri Escherichia coli dan Vibrio cholera sehingga bayi yang menyusu (bukan menyusui, yang menyusui itu ibunya) lebih jarang terkena diare.

Bagaimana jika ibu tidak dapat memberikan ASI-nya?

Hanya sedikit kontraindikasi absolut pemberian ASI, yaitu phenylketonuria dan galaktosemia. Sedangkan pemberian ASI pada ibu dengan HIV saja masih diperkenankan (untuk hal ini akan saya bahas dalam artikel lain). Karenanya ASI donor merupakan salah satu  pilihan yang dapat diambil.

Lalu mengapa sosialita Thailand itu diprotes dokter?

Karena tidak memenuhi persyaratan. Tiap negara memiliki regulasi masing-masing terhadap donor ASI. Bahkan ada modifikasi kecil di tiap rumah sakit, seperti di rumah sakit tempat saya belajar dulu, anak dari pendonor ASI harus memiliki jenis kelamin yang sama dengan bayi yang menerima donor. Hal ini ditujukan untuk menghormati pemeluk agama Islam yang mempercayai bahwa anak yang mendapat ASI dari ibu yang sama akan menjadi saudara sepersusuan dan tidak boleh menikah di kemudian hari. Lha kalau waktu kecil terlanjur dapat ASI dari ibu yang sama dan setelah dewasa mereka saling jatuh cinta kan repot. Makanya dipilih yang sama jenis kelaminnya.

Meskipun demikian, ada patokan standar untuk pemberian donor ASI di Indonesia, seperti yang ditulis oleh dr. I Gusti Ayu Nyoman Pratiwi dari Satgas ASI IDAI ini:

Syarat pertama:

Ibu yang akan mendonorkan ASI harus memiliki bayi berusia di bawah 6 bulan, sehat dan tidak memiliki kontra indikasi menyusui. Produksi ASI sudah harus memenuhi kebutuhan bayinya dan tujuan pendonoran ASI adalah karena produksi yang berlebih.

Ibu juga tidak boleh menerima transfuse darah atau transplantasi organ dalam 12 bulan terakhir, tidak mengkonsumsi obat berupa insulin, hormone tiroid, dan produk yang bisa mempengaruhi bayi. Jika mengkonsumsi herbal harus dinilai kompatibilitasnya terhadap ASI.

Ibu tidak boleh menderita penyakit menular karena dapat menular lewat ASI. Misalnya hepatitis, HIV, human T-lymphotrophic virus (HTLV), serta tidak memiliki pasangan seksual yang memiliki risiko penyakit menular. Ibu bukan pengguna obat illegal, perokok, maupun minum minuman beralkohol.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline