Lihat ke Halaman Asli

Kecantikan Hati

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hari itu aku melihat seorang temanku bersama kekasihnya sewaktu pulang dari sekolah. Mereka adalah pasangan yang sangat sempurna di mataku. Bagaimana tidak? Temanku­­ adalah seorang gadis putih, tinggi semampai, rambut hitam lurus dan hidung mancung. Sedangkan kekasihnya, seorang lelaki yang cukup manis, berkulit putih dan berwajah oriental. Mereka berdua sangat beruntung, karna memiliki kekasih yang kesempurnaan fisiknya sepadan.

Di depan pagar sekolahku, aku terpaku melihat mereka berdua berjalan beriringan dan perlahan mengabur dari pandangan mataku. Menatap keduannya yang berjalan dengan gelak tawa memancarkan kebahagiaan. Setitik rasa iri menghampiriku dan mengisi ruang kosong di hatiku tiap detik aku memandang mereka berdua. Betapa bahagiannya hidup mereka berdua…

Maria

“Andai  aku secantik, Alice. Mungkin aku juga akan sebahagia dia…” aku bergumam menatap refleski diriku di depan kaca. Masih terbayang sosok Alice di mataku berjalan beriringan bersama Romi seperti yang aku lihat tadi siang. Sungguh aku merasa iri pada Alice, hampir tak ada sela untuk sebuah kecacatan di tubuhnya. Karna hanya pantulan sesosok tubuh mungil, rambut  merah ikal dan kulit sawo matang yang kudapati di kaca. Ya inilah, aku… Jauh dari kata SEMPURNA.

Kenapa Tuhan tidak menciptakanku dengan rambut lurus seperti kebanyakan gadis?

Kenapa Tuhan memberiku rambut merah dan ikal ini?

Kenapa aku tak terlahir putih seperi ibuku, kakakku Mey atau pun Alice? Kenapa harus kulit sawo matang?

Ribuan pertanyaan bergelayut di hatiku… Sungguh ingin aku menghujat Tuhan! Kenapa Tuhan harus menciptakan aku dengan tubuh yang tidak sempurna? Rasanya Tuhan tak adil padaku… Di saat teman-temanku bisa mendapatkan seorang kekasih yang ganteng dan bisa mereka pamerkan pada teman-temannya, aku hanya bisa menatap mereka dengan pandangan iri dan bergumam “Andai aku seberuntung mereka…”.

Maria

“Bu…” aku mendekati ibuku yang sedang menonton drama korea yang ditayangkan salah satu stasiun swasta. Sudah jadi kebiasaan bagi aku dan ibu, setiap pukul 15.00 selalu menyempatkan untuk menonton drama korea yang rutin di tanyangkan itu.

“Hmm… Ada apa?” ibuku mrnjawab sekenanya, mata beliau sedang asik menikmati tiap alur yang disuguhkan drama itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline