Lihat ke Halaman Asli

Maria G Soemitro

TERVERIFIKASI

Volunteer Zero Waste Cities

Tinggal di Kampung? Siapa Takut?

Diperbarui: 13 Juli 2022   11:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber ilustrasi: Canva.com

Krik, krik ......senandung jangkrik berpadu alunan nada serangga malam menemani jam kerja saya di malam hari. Orchestra malam yang penuh aroma mistis.

Terasa asing, walau telah lebih dari 3 bulan, saya pindah untuk menemani ananda yang istrinya mendapat amanah mengajar di salah satu PTN, dan menghuni suatu kawasan di kabupaten Sumedang.

Suasananya sungguh berbeda dengan perkotaan. Gagap budaya terjadi sejak mata membuka di pagi hari. Di perkotaan, hanya sepelemparan batu, penjual sarapan pagi siap memenuhi kebutuhanmu. Tidak hanya satu, tapi banyak. Ada 5 orang penjual bubur ayam, belum lagi kupat tahu, nasi kuning, gorengan dan masih banyak lagi.

Di sini? Tak ada satupun! Di perkotaan, cukup berjalan 5 menit menuju supermarket, saya bisa memenuhi kebutuhan harian. Saat pindah ke apartemen, terdapat minimarket di samping lobby dan deretan food court di area belakang, di samping swimming pool.

Namunnn...., bukan berarti ini neraka dunia. Justru sebaliknya, anak saya bisa menerapkan gaya hidup frugal living agar bisa bebas finansial sedini mungkin.

Mengutip penjelasan Samuel Ray, HR Professional dan Content Creator di sini, yang dimaksud frugal living adalah hidup cermat, caranya dengan memilah-milah, mana yang penting dan mana yang kurang penting.

Selama tinggal di perkotaan, kami menjadi boros. Rencana belanja minyak goreng ke minimarket, eh bertambah dengan belanja camilan, minuman serta barang lain yang dibeli mumpung promo. Juga jajan di foodcourt, sementara makanan/minuman yang sama bertengger dengan manis di dalam lemari pendingin kami.

Di sini kami terpaksa belanja via online, sehingga harus cermat berbelanja dengan memperhitungkan biaya kirim yang lumayan mahal. Bepergian pun harus direncanakan dengan cermat, agar bisa menghemat biaya transportasi online.

Dengan kata lain, asalkan ada akses internet, apapun bisa dilakukan.

Manfaat Internet sungguh terasa. Tak jarang dalam suatu waktu kami larut dalam pekerjaan yang berhubungan dengan internetnya Indonesia. Anak saya rapat di ruang tengah, saya mengikuti webinar di dalam kamar dan menantu saya mengajar di lantai atas.

Uniknya topik kami sama, yaitu: sampah! Saya beraktivitas sebagai trainer pengelolaan sampah. Anak saya sedang mengerjakan proyek pengolahan sampah. Sementara isitrinya menjelaskan pada para mahasiswanya tentang sampah organik dan sampah anorganik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline