"Tas ini mau diekspor bu"
Pernyataan penjual tas anyam tersebut menyentak saya. Ya, ampun hebat banget! Padahal lokasi kegiatan mereka lumayan jauh dari keramaian. Tepatnya di kawasan Sendang Semanggi, Sembungan, Bangunjiwo, Kasihan - Bantul, Jogjakarta. Alamat yang 'ajaib' bukan?
Kebetulan saya melewati workshop mereka, ketika sedang kulineran ayam goreng "Mbah Cemplung". Kulineran yang cukup terkenal, yang membuat penggila kuliner mau bersusah payah menempuh jarak jauh. Workshop handy craft tersebut mendapat limpahan pengunjung "Mbah Cemplung". Walau displaynya amat sederhana. Hanya terdiri dari rak-rak dengan produk yang ditumpuk begitu saja. Tanpa penataan khusus.
Ruangan di bagian dalam untuk gudang bahan baku dan produk jadi. Tidak ada kegiatan produksi. Menurut karyawan yang bertugas, mereka memberdayakan masyarakat setempat untuk menganyam serat mendong, bambu, pandan laut serta tanaman penghasil serat lainnya. Bentuknya disesuaikan pemesan. Selain anyaman dasar yang dikuasai turun temurun, juga bentuk khusus sesuai permintaan pembeli.
Hampir seluruh hasil kerajinan ditujukan untuk ekspor ke benua Eropa dan Amerika. Ada beberapa produk yang bisa dibeli pengunjung. Sayangnya nggak ada produk tas yang tersisa. Mayoritas produk multifungsi, seperti keranjang anyaman, keranjang pot dan kap lampu.
Hasil kerajinan Indonesia memang sangat membanggakan. Ketika mengetik #traditionalcraft di aplikasi Instagram, muncul produk negara lain, seperti dari benua Afrika, yang tak sekaya kerajinan Indonesia. Berlimpah jenis bahan bakunya, karena Indonesia negara tropis. Sumber daya manusia pun tersedia, modal utama yang tidak semua negara memilikinya. Yang dibutuhkan kemudian adalah peningkatan kapasitas, modal, pemasaran dan ekspedisi yang menjamin agar produk tepat waktu ketika diterima pemesan.
Workshop yang saya datangi cuma satu dari 58,97 juta usaha mikro ekonomi menengah (UMKM) yang tersebar di seluruh Indonesia (data kontan.co.id), yang tercatat secara formal dan menjadi penggerak roda ekonomi.
Ditambah mereka yang tak tercatat, UMKM sudah seharusnya dirangkul dan didukung. Karena tidak hanya mendukung nafkah keluarga, juga membantu menggerakkan usaha produsen besar yang memasok kebutuhan mereka.
Tak heran Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia (Akumindo), memprediksikan kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional akan terus tumbuh hingga 5 persen di tahun 2019. Tahun lalu, kontribusi UMKM terhadap (PDB) tahun 2018 lalu mencapai sekitar 60,34 persen. Diperkirakan untuk tahun ini bisa mencapai angka 65 persen atau sekitar Rp 2.394,5 triliun.
Angka yang sungguh fantastis bukan?