Lihat ke Halaman Asli

Maria G Soemitro

TERVERIFIKASI

Volunteer Zero Waste Cities

Akankah Keresek Berbayar Berbalik Menjadi Bumerang?

Diperbarui: 25 Januari 2016   08:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="monter kresek merampok pengguna kresek dan menggantinya dengan tas pakai ulang. Dok. Greeneration Indonesia, Mongabay.co.id"][/caption]

Jika tak ada aral melintang, bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional pada tanggal 21 Februari 2016 akan diuji cobakan kantong plastik (keresek)  berbayar. Serentak di 22 kota. Setiap pembeli di ritel modern akan mendapat 3 pilihan untuk mewadahi belanjaannya, apakah mau menggunakan kardus yang disediakan gratis, membeli tas pakai ulang atau membeli kantong plastik/keresek? Artinya kantong plastik yang biasanya diberikan gratis hingga berlembar-lembar banyaknya, harus dibeli sekitar Rp 500/lembar.

Belum lagi tanggal yang disepakati tiba, kompasianer Gustaaf Kusno meramalkan akan terjadi “ cobra effect” yaitu akal-akalan warga yang melihat peluang mencari nafkah dengan menjual keresek di luar pintu ritel modern. Mirip yang terjadi ketika peraturan “ 3 in 1” diterapkan di DKI Jakarta. Waktu itu untuk mengurangi kemacetan, pemda DKI Jakarta memberlakukan aturan hanya kendaraan dengan minimal 3 orang penumpang yang diperbolehkan melewati jalan-jalan tertentu. Ternyata apa yang terjadi? Muncul joki yang menawarkan jasa untuk melengkapi jumlah 3 orang.

Benarkah demikian? Benarkah warga yang “kreatif” akan menjadi pengasong keresek di luar pintu masuk ritel modern? Berbeda dengan pak Gustaaf yang skeptis, saya optimis bahwa ketakutan tersebut tidak beralasan. Karena #pay4plastic merupakan gerakan sosial bukan gerakan pemerintah. Selain itu peraturan keresek berbayar merupakan langkah awal menuju tujuan yang lebih besar yaitu Indonesia BebasSampah2020. Ada sejarah panjang penuh liku yang dilalui para sukarelawan. Demikian kisahnya:

AWAL MULA
Bencana lautan sampah yang menimpa kota Bandung seiring longsornya tempat penimbunan sampah Leuwigajah pada 21 Februari 2005, ternyata tidak mengakibatkan perubahan yang signifikan. Sampah dalam kantong plastik bertebaran dimana-mana, memenuhi tanah-tanah kosong dan aliran sungai. Jangan ditanya di lokasi legal pembuangan sampah seperti TPS, pastinya lebih banyak lagi. Sementara seiring bertambahnya penduduk, timbulan sampah pastinya membludak juga.

Dan seperti biasa, wargapun saling menyalahkan. Umumnya telunjuk mengarah ke pemerintah kota yang dianggap tidak becus dan keberadaan universitas terkenal di kota Bandung yang dipertanyakan kehadirannya. Ternyata mereka tidak tinggal diam. Pada tahun 2010, berbenderakan Greeneration Indonesia, sekelompok anak muda, mayoritas alumni ITB mulai memetakan masalah dan memilah solusi hingga akhirnya memutuskan bahwa yang termudah untuk dilakukan adalah meminimalisir penggunaan kantong plastik. Alasannya:

  1. Kantong plastik tidak termasuk kategori EPR (extended producer responsibility).
    Menurut peraturan, produsen bertanggung jawab terhadap seluruh siklus produk dan kemasan produk (EPR). Kewajiban tersebut meliputi sampah produk dan kemasannya, baik secara finansial maupun fisik. Sesuai dengan ayat 15 undang-undang 18 tahun 2008.
    Pasal 15; Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.
    Bisa dilihat disini bahwa kantong plastik yang digunakan mewadahi banyak produk, tidak masuk kategori EPR. Selain kantong plastik, produk yang tidak termasuk EPR atau tidak jelas penanggung jawabnya adalah styrofoam tempat wadah makanan dan kertas berlapis plastik warna coklat yang umumnya digunakan untuk membungkus nasi rames.
  2. Langkah termudah. Dibanding produk plastik lainnya, penghentian penggunaan kantong plastik merupakan langkah termudah. Karena kantong plastik memiliki substitusi yaitu tas pakai ulang dan kardus. Sangat berbeda dengan plastik kemasan panganan curah maupun plastik lainnya.
  3. Status siaga untuk sampah kantong plastik. Setiap tahunnya, milyaran kantong plastik dibagikan pada konsumen. Sayangnya rata-rata pemakaian hanya 25 menit. Bahkan dalam perkembangannya muncul kantong plastik ‘ramah lingkungan’ yang justru membahayakan ekosistem. Silakan klik disini, untuk lebih lengkapnya.

Bersama sukarelawan, Greeneration Indonesia mengimbau masyarakat agar mengubah perilaku boros kantong plastik menjadi bijak dalam penggunaannya. Kampanye ini dinamakan “Diet Kantong Plastik”. Beragam cara dilakukan dalam kampanyenya seperti ‘Rampok Keresek” yaitu “merampok” keresek yang digunakan pejalan kaki dan menggantinya dengan tas pakai ulang yang dibagikan gratis. Tentunya jangan membayangkan kata rampok disini dengan pamaksaan. Karena kampanye berlangsung menyenangkan, penuh gelak dan tawa. Tak ketinggalan monster plastik selalu menemani kampanye mereka.

KOLABORASI
Ada quote menarik dari Mohamad Bijaksana Junerosano, President Director Greeneration Indonesia (GI) : “ kolaborasi adalah keniscayaan”, itu sebabnya GI berkolaborasi dengan Change.org, Ciliwung Institute, Earth Hour Indonesia, LeafPlus, Plastik Detox, Si Dalang ID, The Body Shop Indonesia dan sejumlah individu membentuk Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP). Kampanye bijak penggunaan kantong plastikpun menjadi lintas usia, lintas latar belakang dan lintas kota.

Bukankah sebatang lidi baru terasa manfaatnya jika sudah bersatu dalam satu ikatan bernama sapu lidi?

REGULASI
Tidak hanya berkampanye, GIDKP menggalang petisi agar pemerintah peduli dan menyusun peraturan yang membatasi pemakaian kantong plastik. Petisi yang ditandatangani 20 ribu orang lebih tersebut mendapat jawaban langsung dari Siti Nurbaya Bakar, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tanggal 30 Desember 2015 yang mengeluarkan surat edaran di bawah Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (Nomor: SE-06/PSLB3-PS/2015). Surat ditujukan kepada kepala daerah dan pelaku usaha; mengenai penerapan plastik berbayar di seluruh gerai pasar modern di Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline