[caption id="attachment_222794" align="aligncenter" width="587" caption="babalonan sarung (dok. Maria Hardayanto)"][/caption] Bagai menekan titik akupunktur untuk therapy penyembuhan kota Bandung. Bandung Creative City Forum (BCCF) mengawali gelaran Helar Fest 2012 dengan Lightcestra di hutan kota, Babakan Siliwangi, pada bulan Juli 2012. Kemudian berlangsung kegiatan kampung kreatif Tamansari, kampung Kreatif Cicukang, kampung Kreatif Langitan Leuwianyar dan kampung Akustik Cicadas selama bulan September-Oktober 2012. Semua kegiatan mencerminkan titik-titik akupunktur dimana sejatinya mayoritas masyarakat urban berada. Mereka bukan berada di area mall dan perumahan mewah. Tetapi berhimpitan diantara gedung-gedung yang menjulang. Menjadi sasaran pemasaran produk illegal dan tukang kredit keliling serta hanya menjadi bagian bayangan tembok yang mengepung mereka. Karena itu setelah titik akupunktur pertama; hutan kemudian titik kedua; kampung maka titik ketiga adalah taman dan titik keempat yaitu sungai. Tujuannya agar terjadi social movement atau perubahan sosial yang berasal dari akar hingga tumbuh tunas-tunas pembaharuan. Karena perubahan tidak mungkin terjadi apabila Helar Fest hanya menempatkan masyarakat sebagai penonton yang bersikap pasif dan sewaktu-waktu pergi karena merasa tidak memiliki. Pada tanggal 10 – 11 November, BCCF menyelenggarakan ulin.bdg yaitu festival kaulinan (permainan) Bandung dengan menggunakan ruang publik yaitu taman. Sebetulnya selama ini taman-taman di Bandung sudah cukup dimanfaatkan oleh warga, mulai dari berolah raga, bermain, beristirahat hingga menjadi tempat favorit para pemulung untuk memilah barangnya atau sekedar tidur-tiduran dan tertidur nyenyak. Konsekuensi ruang publik yang harus mengadopsi semua kebutuhan warga, terlebih ketika warga membutuhkan tempat untuk berinteraksi dan mengenal kembali permainan tradisional Bandung yang mulai punah. Taman yang dipilih adalah taman Cilaki di jalan Citarum Bandung. Ada sekitar 26 komunitas yang mengisi booth yang disediakan panitia dan dimeriahkan 10 performers. Di pintu masuk pengunjung akan menemui berbagai permainan yang disiapkan komunitas Hong. Salah satunya permainan egrang yaitu berjalan diatas dua bilah bambu yang memiliki dudukan kaki kurang lebih 30-40 cm (tergantung si pembuat) tingginya dari tanah. Permainan yang membutuhkan keseimbangan dan konsentrasi penuh. [caption id="attachment_222748" align="aligncenter" width="354" caption="mencoba engrang (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] Selain itu ada permainan sumpit, pemain meniup semacam bambu dengan jarum panjang diujungnya yang harus bisa menembus salah satu buah jeruk bali sebagai sasaran. [caption id="attachment_222752" align="aligncenter" width="404" caption="sumpit (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] Kemudian ada bedil jepret, pemain memasukkan buah leunca sebagai amunisi untuk menembak sasaran berbentuk bola pada jarak yang telah ditetapkan. [caption id="attachment_222766" align="aligncenter" width="399" caption="bedil jeepret (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] Pernah dengar babalonan sarung? Ah,ya……. ternyata sarung bisa menjadi alat permainan yang mengasyikkan. Dirapikan di pundak kemudian dilempar ke atas dalam formasi melingkar sehingga sarungpun bagaikan balon yang melayang ke bawah. [caption id="attachment_222795" align="aligncenter" width="433" caption="babalonan sarung (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] Babalonan samping beda lagi. Salah satu ujung samping (kain panjang untuk berkebaya) diikat pada pinggang pemain sedangkan ujung satunya lagi di bahu sehingga ketika berlari akan membentuk balon di belakang. Babalonan sarung dan babalonan kain akan sangat seru apabila dimainkan bersama 2-3 teman bahkan lebih. [caption id="attachment_222770" align="aligncenter" width="421" caption="babalonan samping (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] Rorodaan sebetulnya bisa di buat dari bahan apa saja, tetapi komunitas Hong membuatnya dari bambu. Pemain duduk diatas rorodaan dan seharusnya juga tidak didorong apabila medan memungkinkan yaitu di jalan menurun. Wuihhhhh….asyik pastinya bersama-sama mengendarai kendaraan yang mengandalkan rem kaki, kaki yang sesungguhnya ^-^ [caption id="attachment_222761" align="aligncenter" width="404" caption="rorodaan (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] Papancakan, pemain melemparkan bola (kali ini terbuat dari rotan) pada sasaran berupa tumpukan batu berjarak sekitar 3 – 5 meter. Tapi kali ini hanya 3 meter karena dengan jarak sedekat itupun sulit sekali ditaklukan pemain yang mayoritas anak-anak SD dan SMP. [caption id="attachment_222772" align="aligncenter" width="493" caption="papancakan (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] Sorodot gaplok, permainan ini menggunakan batu sebagai alat permainan. Jumlah pemain genap, minimal 2 orang untuk bermain secara bergantian. Sebelum bermain, dipasang batu-batu yang agak gepeng memanjang agar bisa berdiri sepanjang satu garis. Pemain yang memasang batu harus berjaga sedangkan pemain lainnya melempar batu-batu tersebut dengan batu lainnya (berukuran lebih kecil) menggunakan kaki hingga deretan batu tumbang. Dinamakan sorodot gaplok karena batu kecil meluncur (sorodot) kearah batu yang saling bertubrukan seolah menampar (gaplok) [caption id="attachment_222774" align="aligncenter" width="504" caption="sorodot gaplok (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] Selain permainan-permainan tersebut, terdapat juga gasing, mainan yang bisa berputar pada porosnya dan telah mendunia sehingga kini banyak dijumpai gasing berbahan baku plastik. [caption id="attachment_222775" align="aligncenter" width="504" caption="gasing (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] Bagi mereka yang lebih menyukai ketrampilan bisa belajar membuat kekerisan (keris mainan dari janur) dan ketupat. [caption id="attachment_222776" align="aligncenter" width="410" caption="membuat kekerisan dan ketupat (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] Adalah Zaini Alif, pendiri komunitas Hong yang menggagas dilestarikannya permainan tradisional. Hingga kini alumni ITB tersebut telah mendata 3.085 jenis permainan tradisional Indonesia dan mempromosikan di setiap peristiwa yang memungkinkan karena dia berkeyakinan : “Permainan tradisional mengajarkan banyak hal. Hati-hati. Cekatan, focus dan kesabaran”. (Dan tentunya berbahan organis sehingga tidak ada sampah anorganik ;pen. ^_^) Selain permainan yang diusung komunitas Hong, Sahabat Walhi mengajak pengunjung bermain artificial climbing, ascending- descending teknik. Walahhh…. panjang sekali namanya^_^ [caption id="attachment_222760" align="aligncenter" width="404" caption="anak-anak bersama Sahabat Walhi (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] Sedangkan Ecoethno menyiapkan tali yang dirangkai agar anak-anak bisa bermain dengan memanjat /turun menggunakan tali. [caption id="attachment_222758" align="aligncenter" width="404" caption="ecoethno (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] PAS-ITB mengajak bermain ketapel raksasa dengan menggunakan ketapel yang dibuat khusus dari bekas karet ban dengan sasaran sejenis guling-guling lucu, komunitas Taman Kota menyiapkan buku serta komunitas bersepeda Bandung dengan berbagai atraksinya [caption id="attachment_222765" align="aligncenter" width="404" caption="berbagai komunitas (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] Menjelajah ke utara, pengunjung bisa belajar berkenalan dengan reptile yang dibawa oleh Komunitas Reptil Bandung serta berbagai komunitas lainnya dan tentu saja makanan tradisional Bandung. [caption id="attachment_222762" align="aligncenter" width="404" caption="bersama Komunitas Reptil Bandung (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] Penulis berkesempatan melihat cara membuat kue balok, kue tradisional dengan berbagai ragam toping ini ternyata mendapat finishing dengan cara ditutup semacam anglo panas. Rasanya enak sekali, terlebih dimakan dengan cara dicuil dalam keadaan hangat. [caption id="attachment_222763" align="aligncenter" width="404" caption="kue Balok (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] Sukses? Tentu, khususnya karena cuaca yang bersahabat. Taman menjadi ruang publik yang sangat menyenangkan walau sampah tampak berserakan dimana-mana padahal tempat sampah berukuran raksasa diletakkan dimana-mana juga. Tetapi para tunawisma tetap sanggup tidur dengan nyenyaknya diantara hiruk pikuk suara pengunjung sementara pemulung tetap mengerjakan tugasnya. Disudut lain taman, anak-anak menyewa kuda tunggangan sedangkan anak kecil lainnya yang kelelahan membaringkan badan sambil minum susu dalam botol. Sungguh Indonesia banget, ..........eh salah, Bandung pisan! ^-^ **Maria Hardayanto** [caption id="attachment_222777" align="aligncenter" width="404" caption="mau tidur atau memulung, silakan (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] [caption id="attachment_222778" align="aligncenter" width="404" caption="taman juga dunia anak-anak (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] sumber data :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H