Lihat ke Halaman Asli

Maria G Soemitro

TERVERIFIKASI

Volunteer Zero Waste Cities

Berapa Jumlah Penulis Indonesia Yang Kau Ketahui?

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13497757002128373214

[caption id="attachment_217144" align="aligncenter" width="581" caption="1,2, .....36 penulis Indonesia (dok. Maria Hardayanto)"][/caption] “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” Mendengar sapaan peserta yang baru tiba, untuk sejenak saya berhenti menulis isian daftar tamu.  Tersadar bahwa sedang bukan  berada di pertemuan yang membahas perubahan iklim, green economy dan jaga lembur. Juga bukan berada di pertemuan Kompasiana Blogshop yang biasanya cukup menyapa dengan ucapan “Selamat Pagi/Siang”. Tetapi ini pertemuan muslimah, tepatnya di pembukaan Festival Muslimah Indonesia (FMI) yang diawali workshop menulis cerpen dan esai pada Minggu, 7 Oktober 2012 kemarin. Workshop menulis dilanjutkan dengan lomba menulis, hasil kerjasama  FMI  dengan Forum Lingkar Pena (FLP) Bandung. Tidak hanya itu ada juga lomba rancang hijab, lomba model anak dan dewasa, serta lomba penyanyi solo dan grup hingga sekitar bulan Januari- Februari 2013. Suasana  workshop sangat khas muslimah, saling sapa dengan santun, melepas sepatu, pembukaan dengan doa dan terjemahannya hingga tempat sholat yang memungkinkan peserta beribadah tepat waktu. Tetapi yang menjadi kejutan adalah konsistensi panitia untuk membuka acara sesuai  jadwal yaitu jam 09.00 pagi. Tidak ngaret walau beberapa kursi masih kosong. Beberapa peserta yang terlambat hadir sempat berbisik-bisik “Tadi beberes dulu”,  “Nyuapin anak dulu”. Hmmmmm………ibu-ibu hebat, menyelesaikan urusan keluarga sebelum bergegas ke pertemuan. Apalagi lokasinya cukup menyulitkan:  Hotel The Dinar, jalan Pelajar Pejuang 45 nomor 25, Bandung. Karena tidak ada angkutan umum yang lewat, hanya bus Damri dari arah Universitas Pajajaran, jalan Dipati Ukur. Pembicaranya 2 orang : Topik Mulyana yang membahas Teknik Menulis Cerpen dan M. Irfan Hidayatullah dengan materi Teknik Menulis Esai. Dua-duanya menarik karena kedua teknik menulis belum pernah saya coba. [caption id="attachment_217146" align="aligncenter" width="350" caption="Topik Mulyana, mengupas cerpen (dok. Maria Hardayanto)"]

1349776106662966778

[/caption]

Cerpen mempunyai  kesulitan tinggi karena perlu kecermatan memilih kata pembuka yang mengajak pembaca memasuki dunia imaginasi si penulis. Kepiawaian memilih dan merangkai diksi serta menjaga alur yang mampu membuat pembaca tetap meneruskan membaca hingga ending yang membuat terperangah. Bukanlah sesuatu yang mudah apalagi berharap pembaca tetap terlena akan  susunan kisah apik ketika halaman terakhir ditutup. Esaipun sama. Bagaimana kisah bukan rekaan mampu diolah menjadi paragraf demi paragraf dengan bahasa penulis yang renyah namun mempunyai kedalaman hingga suatu kesimpulan yang tidak menggurui karena penulis telah menjadikan dirinya sendiri sebagai pembedah masalah sekaligus penyimpul solusi. [caption id="attachment_217148" align="aligncenter" width="354" caption="Irfan Hidayatullah membedah esai (dok. Maria Hardayanto)"]

1349776443312382481

[/caption] Di setiap sesi, peserta diajak untuk belajar menulis. Cukup sulit juga. Karena saya hanya  pernah menulis cerpen semasa SMP dan SMA. Cerpen remaja dengan plot tidak jelas. Asal mengalir begitu saja. Berbeda kali ini, peserta diharapkan menulis cerpen sesuai contoh cerpen yang telah dikupas sebelumnya. Cerpen tersebut berjudul "Kisah di Kantor Pos", karangan Muhammad Ali yang diterbitkan  majalah Horizon tahun 1968, sehingga sungguh mencengangkan karena masih relevan dengan masa kekinian. Alur penulisan diinstruksikan sama, tapi sayangnya tidak ada seorangpun yang sanggup menyelesaikan dalam waktu 30 menit. Umumnya baru menyelesaikan 2-3  paragraph pembuka. Menulis cerpen memang kegiatan menguras otak. Harus fokus. Tidak bisa dilakukan sambil mengobrol dan tertawa-tawa seperti yang dilakukan beberapa peserta. Mungkin mereka membutuhkan waktu khusus untuk menulis sehingga tidak bisa melakukannya ketika bertemu teman lama. Empat  hasil tulisan  diambil secara sukarela dari peserta untuk dibahas bersama. Keempatnya baru menyelesaikan prolog. Tapi cukup untuk menambah wawasan peserta. Misalnya sebaiknya tidak menggunakan kalimat : “perempuan itu berpenampilan sexy”, lebih baik tuliskan kalimat : “perempuan itu berbaju tipis , berpotongan leher rendah dan  menampilkan lekukan tubuh”. Sehingga imajinasi pembaca diajak mengembara cukup jauh karena disediakan ruang. Mengupas tulisan Samuel Mulia berjudul “Faith”, Irfan Hidayatullah mengajak peserta untuk berlatih menulis esai dan …….. ya ampun ternyata tidak mudah. Tiga tulisan dinilai masih berisikan curhat sedangkan satu lagi mirip surat pembaca. Tulisan ringan tapi kontennya berat berisi, itulah esai. Karenanya tidak mungkin Samuel Mulia mempunyai kolom khusus di Kompas Minggu apabila belum diakui kualitas tulisannya oleh redaksi. Demikan juga esai Goenawan Muhamad, esainya yang memikat pastilah bukan hasil perjalanan dalam waktu semalam. Acara mengasyikkan dalam workshop tentu saja pembagian door prize. Bukan hanya hadiahnya yang berasal dari sponsor dan penulis. Tetapi juga pertanyaan Irfan Hidayatullah dalam membagikan 2 buah bukunya : “Sang Pemusar Gelombang”. Rupanya Irfan mempunyai kebiasaan unik dalam membagikan doorprize yaitu melelang pertanyaan. Pertanyaan pertama adalah: “Sebutkan jumlah penulis Indonesia, tawaran awal sebanyak 20 orang”. Wow, bukan main ……dilemparkan pada peserta yang mayoritas adalah penulis. minimal mempunyai blog pribadi. Dan seorang penulis haruslah seorang pembaca. Bagaimana tulisannya bisa oke punya apabila tidak hobby membaca? Maka mulailah peserta menawar, tidak ada yang berani menawar terlalu tinggi. Penambahan jumlah penawaran hanya dikisaran 1-5 setiap orangnya. Akhirnya keputusan jatuh di penawar terbanyak yaitu 36 penulis. Itupun dijawab dengan susah payah dan mendapat clue peserta lainnya. Juga di lelang berikutnya : “Berapa jumlah penulis sastra Indonesia tahun 2.000-an, dimulai dengan jumlah 15”. Dari angka 21 yang disanggupi peserta, akhirnya hanya bisa terjawab 16 penulis. Ibarat komputer yang tiba-tiba error, sulit sekali rupanya mengingat nama penulis. Irfan pun mengatakan bahwa komunitas penulis Bandung memang mempunyai nilai minus dalam hal ini, karena komunitas penulis Banda Aceh sanggup menyebutkan 56 penulis dalam waktu singkat. Hebat bukan, penulis dan buah pikirannya ibarat satu kesatuan tak terpisahkan. Bagaimana mungkin kita membaca tapi melupakan si penulis? Hmmm………pekerjaan rumah untuk saya, karena saya lemah dalam hal satu ini. Sulit sekali mengingat nama penulis kecuali beberapa teman penulis di Kompasiana, penulis di pelajaran Sastra Indonesia (Marah Rusli, Hamka, Sutan Takdir Alisyahbana dan lain lain)…………...bahkan Marga T., Mira W., Ashadi Siregar yang bukunya saya koleksi dengan apik tiba-tiba terlupa  ^_^ **Maria Hardayanto** [caption id="attachment_217152" align="aligncenter" width="426" caption="doa pembuka workshop (dok. Maria Hardayanto)"]

13497771621427860827

[/caption] [caption id="attachment_217153" align="aligncenter" width="458" caption="sebagian peserta sebelum acara dimulai (dok. Maria Hardayanto)"]

1349777262372712095

[/caption] [caption id="attachment_217155" align="aligncenter" width="421" caption="menyebutkan 16 penulis sastra Indonesia dekade milenium (Maria Hardayanto)"]

1349777417691213824

[/caption] [caption id="attachment_217161" align="aligncenter" width="422" caption="oleh-oleh buku murah dari workshop FMI&FLP (dok. Maria Hardayanto)"]

1349777875320962205

[/caption]



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline