[caption id="" align="aligncenter" width="484" caption="Vini dan aksi Silidaritas"][/caption] Rupanya gerakan koin masih menginspirasi untuk digunakan sebagai perlambang gerakan sosial. Diawali Koin untuk Prita, Koin untuk Bilqis dan yang terakhir Koin untuk Darsem yang dipermasalahkan penggunaannya. Kini ratusan siswa SMKN 1 Garut Jawa Barat menggelar aksi pengumpulan dana dengan tema "Gerakan Peduli Vini". Vini, guru cantik berstatus honorer di SDN Regol Kiansantang Kabupaten Garut memang sedang terbelit masalah hukum sesudah dituduh menganiaya H. Ee Samsudin dengan melempar segenggam pasir. Kasus Vini(33) bermula ketika H. Ee Samsudin (44) sebagai pengembang perumahan Balai Kembang Kampung Dayeuhhandap, Kelurahan Kota Kulon, Kecamatan Garut menagih hutang dan berakhir dengan perselisihan yang berujung H. Ee Samsudin mendorong Vini hingga terjatuh dan mengalami luka memar pada bagian lengan. Dalam usahanya melindungi diri, Vini membela diri dengan melempar pasir yang berada disekitar lokasi jatuh dan membalas dengan kepalan tangan pada tubuh dan kepala korban. Kejadian Senin 6 Juni 2011 tersebut dilaporkan dengan tuduhan penganiayaan oleh H Ee Samsudin dan sejak 19 September 2011, Vini ditetapkan sebagai tahanan Kejari Garut serta dititipkan ke Lapas Kelas IIB Garut. Berkas kasus dugaan penganiayaan dilimpahkan ke pengadilan, tiga hari kemudian. Sebetulnya kedua belah pihak sudah saling memaafkan dan sepakat untuk menyelesaikan permasalah secara kekeluargaan. Perkara utang piutang diselesaikan dikemudian hari dan semuanya tercantum dalam surat bermaterai. Tetapi sayangnya hingga Jum'at, 7 Oktober Pengadilan Negeri (PN) Garut menyatakan tidak bisa menghentikan proses persidangan terhadap guru yang juga ibu dua anak ini karena menghentikannya berarti melanggar ketentuan perundang-undangan. Permohonan pencabutan perkara dari korban H. Ee Samsudin juga belum diterima PN Garut. Sedangkan foto korban saat masih terluka yang bisa digunakan sebagai alat bukti ternyata hilang. Berlarutnya kasus Vini mendorong rekan-rekan seprofesi yang bergabung dalam Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Kota Bandung untuk menggelar aksi simpatik di depan Gedung Sate Bandung pada Jum'at, 7 Oktober 2011. Mereka menuntut Kejaksaan Garut menangguhkan penahanan Vini Noviani karena dinilai menyalahi UU No.14/2005 mengenai perlindungan terhadap guru. Atas kasus yang menimpa Vini, pengamat hukum Universitas Pasundan Bandung, Yusep Mulyana SH MH memberikan pendapatnya : "Jaksa menurut saya tidak tepat menahan terdakwa, apalagi sudah mengajukan permohonan dan jaminan keluarga." Lebih lanjut Yusep menerangkan bahwa berdasarkan undang-undang hukum pidana, penahanan dapat dilakukan apabila terdakwa diancam hukuman kurungan 5 tahun penjara. Sedangkan untuk kasus Vini, dia tidak wajib ditahan karena hanya diancam hukuman 2 tahun 8 bulan penjara. Yusep juga menilai bahwa dakwaan Jaksa untuk menjerat Vini yaitu pasal 351 KUHP tidak tepat karena unsur penganiayaan yang dapat dijerat dalam pasal 351 diantaranya mengalami luka berat hingga tidak dapat bekerja untuk menghidupi keluarga serta menyebabkan korban meninggal dunia. Sedangkan tindakan yang dilakukan Vini menurut Yusep dapat dikategorikan tindak pidana ringan terbukti dari hasil visum korban hanya mengalami luka lecet dan benjol kecil pada bagian dahi. Sehingga sebenarnya Vini hanya dapat dijerat pasal 351 ayat 2 dan pasal 352 dengan ancaman hukuman paling lama tiga bulan penjara. "Tapi nyatanya terjadi seperti ini ancaman dua tahun delapan bulan penjara, sebenarnya ada apa dengan Kejaksaan, penangguhan penahanan saja tidak bisa," lanjut Yusep. Hukum memang hanya tajam untuk kaum proletar dan tumpul untuk kaum borjuis yang berkantung tebal. Entah sudah berapa banyak kasus korupsi melintas hanya untuk dilupakan. Kita tentu belum lupa ketika Akbar Tanjung dengan mudahnya mendapat penangguhan penahanan karena jaminan istrinya. Padahal dengan kekayaannya Akbar Tanjung pasti bisa melarikan diri. Sedangkan Vini? Mau lari kemana? Rumahnya yang terletak di kampung Priangan Selatan belum lunas, status kerjanya hanya guru honorer Bahasa Inggris. Gerakan sosial dalam bentuk pengumpulan koin ternyata masih menginspirasi. Karena tujuannya bukan sekedar pengumpulan rupiah untuk Vini tapi penggalangan simpati untuk wong cilik yang selalu diremehkan. Dari era ke era. Dari rezim ke rezim. **Maria Hardayanto** sumber gambar : disini sumber data :
- Pikiran Rakyat 8 Oktober 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H