[caption id="attachment_240924" align="aligncenter" width="448" caption="gambar peserta Tunza"][/caption] Apabila tidak ada aral melintang pada tanggal 27 September hingga tanggal 1 Oktober mendatang, kota Bandung akan dibanjiri tamu dari mancanegara. Tak kurang dari pesepak bola asal Kamerun Samuel Eto'o , petenis Rusia Maria Sharapova dan aktor Jacky Chen akan menghadiri Tunza International Children & Youth Conference On the Environment 2011. Suatu konferensi internasional yang digagas oleh United Nations Environmental Program (UNEP) , diikuti oleh sekitar 1.000 anak-anak (10-14 tahun) dan pemuda (15-25) tahun dari seluruh negara dan diselenggarakan setiap dua tahun sekali. Konferensi Tunza adalah konferensi untuk meningkatkan kepedulian dan kesadaran generasi muda dunia akan pentingnya green economy, green lifestyle, pelestarian hutan, konsumsi berkelanjutan dan keadaan lingkungan global. Hal ini terutama karena para peserta adalah anak-anak yang diharapkan menjadi pemimpin masa depan. Kata Tunza berasal dari bahasa Kiswahili yang berarti "memperlakukan dengan hati-hati dan kasih sayang", sedangkan dalam pelaksanaanya Tunza merupakan program penyedia informasi dan instrumen bagi generasi muda tentang mengapa kita harus peduli pada bumi dan bagaimana sebaiknya kita beraksi untuk merawatnya. Hasil akhir konferensi Tunza tahun ini adalah Deklarasi Bandung yang diharapkan dapat menjadi masukan untuk United Nations Conference on Sustainable Development "Rio+20″ di Brasil tahun mendatang. [caption id="attachment_240925" align="aligncenter" width="720" caption="gambar peserta Tunza"]
[/caption] Mengapa memilih Bandung? Karena Bandung mempunyai history sebagai pemberi inspirasi sama halnya dengan penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika 1955. Kali ini Bandung akan memperkenalkan Babakan Siliwangi sebagai leading icon percontohan hutan kota bagi seluruh negara di dunia. Babakan Siliwangi, suatu kawasan lindung dengan luas 71.000 m2 (7,1 ha) yang terletak berbatasan dengan jalan Taman Sari dan jalan Siliwangi Bandung atau terletak di tengah-tengah kota Bandung memang layak disebut hutan kota. Seperti oase yang menjadi "model the world city forest". Sebetulnya luas ruang terbuka hijau di Babakan Siliwangi yang masih memiliki pohon tegakan hanya tersisa sekitar 3,8 ha dan berbentuk tapal kuda karena di dalam kawasan tersebut sudah berdiri Sarana Olahraha (Sorga) dan Sasana Budaya Ganesa (Sabuga) ITB tempat diselenggarakannya konferensi. Sisa ruang terbuka hijau seluas 3,8 hapun menimbulkan polemik karena pada tahun 2004, DPRD Bandung memberi persetujuan pada pemerintah kota Bandung untuk membangun rumah makan Babakan Siliwangi yang sebelumnya terbakar. Tetapi baru pada Desember tahun 2007 pemkot Bandung membuat perjanjian kerjasama dengan PT Esa Gemilang Indah. (PT EGI) untuk membangun rumah makan seluas 2.100 m2 dan gedung seni kebudayaan seluas 5.000 m2. Gerak pemerintah kota yang lambat dan AMDAL yang tak kunjung rampung membuat warga gemas melihat Babakan Siliwangi tak terurus. Penuh brangkal sisa kebakaran. Selain itu warga kota Bandung juga mulai tersadarkan akan kebutuhan hutan kota menyebabkan aksi tak sehat antara penebangan pohon oleh sekompok oknum tak dikenal dan penanaman kembali pohon secara sembunyi-sembunyi. Hingga akhirnya pada awal Juni 2011, perwakilan komunitas yang tergabung dalam Bandung Inisiatip membuat serangkaian lomba bertajuk : Sayembara Desain Babakan Siliwangi. [caption id="attachment_240926" align="aligncenter" width="512" caption="gambar peserta Tunza"]
[/caption] Sayembara di ikuti oleh kelompok peserta anak (SD) , remaja (SMP-SMA) dan umum bertujuan agar setiap warga memiliki kesadaran dan turut berpartisipasi menata ruang publik di kota Bandung. Hasil adikarya para pemenang inilah yang ingin diadopsi pada penataan kembali Babakan Siliwangi sebagai hutan kota. Karena sesuai Peraturan Daerah Tentang Tata Ruang dan Tata Wilayah, kota Bandung belum mampu memenuhi ruang terbuka hijau sebanyak 20 % dari luas 16.729 ha. Jumlah penduduk Bandung yang berkisar 2,6 juta jiwa, belum termasuk commuter menjadikan Bandung sebagai kota ke3 terpadat di Indonesia. Tetapi masalahnya pemerintah kota Bandung sudah terlanjur mengikat kerjasama dengan PT EGI termasuk penyetujuan penataan ulang kawasan Babakan Siliwangi sesuai profit oriented mereka. Hal yang bertolak belakang pastinya karena pembangunan seperti itu pasti merusak ekosistem yang dipersyaratkan hutan kota. Bagaimana mungkin kita mengharapkan ada sekawanan kera bercengkrama di atas mobil yang sedang diparkir karena pengemudinya sedang makan di rumah makan yang dibangun PT EGI. Di pihak lain, maukah konsumen mengendarai mobilnya ke kawasan yang sudah dikelupas aspalnya hanya untuk makan siang? Satu-satunya alternatif adalah pembayaran kompensasi karena MOU pemerintah kota Bandung dengan PT EGI yang dimulai tahun 2007 baru berakhir tahun 2027. PT EGI pasti juga sudah menggelontorkan dana cukup banyak sebelum tercapai kontrak. Sehingga dia bisa menuntut pihak pemerintah kota Bandung ke pengadilan. Masalah cukup rumit yang tidak bisa dipandang enteng Walikota Bandung, Dada Rosada dengan mengatakan : " Ini kegiatan sementara, jadi tidak mengganggu MOU dengan PT EGI" Karena warga kota Bandung sudah bergerak untuk menuntut udara bersih dengan membangun sendiri hutan kota dan dilegitimasi tak kurang oleh Kementerian Lingkungan Hidup, Wakil Presiden Budiono dan 1.000 anak serta pemuda dari seluruh penjuru dunia peserta Tunza International Children and Youth Conference on The Environment 2011 yang mendeklarasikan "Deklarasi Bandung". Perhelatan Tunza mungkin hanya sekedar seremonial. Seremonial yang dipandang tinggi hingga pesepak bola asal Kamerun Samuel Eto'o , petenis Rusia Maria Sharapova , bintang film Jacky Chen dan fotografer Yan Arthur Bertrand berkenan hadir. Karena seperti Konferensi Asia Afrika yang dikenang hingga kini maka sebaiknya pemerintah kota Bandung bertindak lebih arif. Jangan memposisikan diri sebagai penentang, atau akan ditulis sejarah dengan tinta merah. Dan jangan menganggap kecil kekuatan rakyat yang menuntut haknya. Hak untuk mendapatkan udara bersih. Karena seperti yang dikemukakan pakar DPKLTS, Mubyar Purwasasmita , bentuk pemukiman kota Bandung yang berbentuk cekungan mengakibatkan penduduk Bandung hanya mendapat supply udara bersih selama 32 hari pada tahun 2011 berkurang 13 hari dari tahun 2010 sebesar 55 hari. Jadi wahai penguasa kota Bandung, kepada siapakah kau berpihak? **Maria Hardayanto**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H