[caption id="attachment_149519" align="aligncenter" width="500" caption="240 pohon yang ditebang selama 2 bulan (dok. Sunan Gunung Jati)"][/caption] Dekade lalu penebangan pohon demi pembangunan mungkin akan disikapi dengan sikap ambigu. Karena walau menyadari manfaatnya, tapi penebangan pohon demi pembangunan dimaklumi sebagai solusi pragmatis. Tetapi kini ketika ruang terbuka hijau (RTH) makin berkurang dan kampanye hijau makin terasa dampaknya maka penebangan 240 pohon dari total 360 pohon di kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung, Jawa Barat menimbulkan kecaman para mahasiswanya. Para mahasiswa UIN tersebut melayangkan protes kepada rektor tetapi tidak mendapat tanggapan memuaskan sehingga akhirnya Selasa, 15 November 2011 mereka mendatangi DPRD kota Bandung dan Walikota Bandung untuk meminta agar pihak rektorat mendapatkan sanksi. Apa jawaban Walikota Bandung, Dada Rosada ? "Bila memang pihak UIN melakukan penebangan, diwajibkan untuk mengganti pohon yang sudah ditebang. Idealnya bila memang satu pohon ditebang,wajib menggantinya sebanyak 100 pohon dan itu harus dilakukan oleh mereka,"tegas Dada Rosada. Ketua DPRD Kota Bandung Erwan Setiawan pun menyatakan sikap yang sama yaitu menyayangkan penebangan ratusan pohon tersebut. "Ironis sekali apa yang dilakukan mereka, melakukan penebangan ketika RTH kota Bandung baru mencapai 9 % dari angka ideal 20%. Akankah pihak rektorat mempedulikan suara mahasiswanya dan himbauan Walikota Bandung serta Ketua DPRD Kota Bandung? Hingga kini belum ada jawaban. Ataukah hanya akan menjadi sekedar lelucon tak lucu karena pada bulan Juni 2011, Walikota Bandung memberi toleransi penebangan 30 pohon untuk pembangunan shelter bus Trans Metro Bandung (TMB)? Penebangan pohon di sepanjang jalan Soekarno Hatta yang tandus tersebut berjalan lancar tanpa menuai protes. Jadi bagaimana mungkin pihak rektorat terkena sanksi. Toh masih ada sekitar 120 pohon yang tersisa. Perda Kota Bandung Nomor 03 tahun 2005 tentang penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan (K3) hanya mewajibkan penanaman pohon pelindung/produktif di halaman dan pekarangan bangunan.Tanpa menyebutkan jumlah tanaman per luas bangunan. Masalahnya tidak terletak pada sekedar mirisnya para mahasiswa melihat pohon berusia 20 tahun dengan tinggi 15-20 meter dan diameter kurang lebih semester itu ditebang. Khususnya karena mereka turut andil dalam penanaman pohon. Tetapi sebagai mahasiswa dan alumni UIN yang kafah, mereka mengetahui dengan pasti bahwa Al-Qur'an dan As-Sunnah memberikan tuntunan dalam masalah pelestarian lingkungan. Salah satunya adalah riwayat hadits dari Anas bin Malik tentang sabda Rasulullah SAW: "Jika kiamat terjadi dan salah seorang diantara kalian memegang bibit pohon korma, lalu ia mampu menanamnya sebelum bangkit berdiri, hendaklah ia bergegas menanamnya". Betapa besarnya perhatian Islam terhadap penanaman pohon dan penghijauan dunia. Bahkan ketika terjadi kiamat yang menimbulkan kebingungan dan kekacauan, tetapi tangan kita masih memegang benih pohon maka Islam menganjurkan untuk menyempatkan diri menanamnya. Dan hadits Anas bin Malik tentang sabda Rasullulah SAW lainnya : "Tidaklah seorang muslim menanam tanaman, kemudian (buah atau biji) tanaman tersebut dimakan oleh burung, manusia ataupun binatang ternak, melainkan hal tersebut sudah termasuk sedekah darinya". Hadits tersebut mengajarkan tentang bercocok tanam dan pemberdayaan lahan yang bernilai sedekah bagi orang yang menanamnya, baik dimakan burung, hewan ternak, hewan buas maupun manusia. Dan pahala hasil bercocok tanam akan mengalir sampai hari kiamat. Jelaslah kepedulian mahasiswa UIN ini bukan sekedar terdorong semangat romantisme ditebangnya ratusan pohon tetapi pada kekecewaan atas ketidakpedulian rektorat karena pembangunan tidak mungkin berjalan tanpa perencanaan bertahun-tahun yang lalu. Bantuan Bank Dunia bagi pembangunan fakultas baru UIN mungkin sudah berjalan sekitar lima tahun yang lalu. Waktu yang cukup untuk menyosialisasikan pada mahasiswa akan adanya pembangunan sehingga mutlak diperlukan penanaman pohon baru untuk menggantikan pohon yang tumbuh pada titik-titik pembangunan. Selain itu pihak rektorat juga bisa mengkompensasi penanaman pohon di lokasi lain atau bahkan apabila memungkinkan membangun gedung baru di lokasi baru. Semua serba mungkin apabila terjadi dialog untuk kompromi. Karena para mahasiswa protes atas kerusakan lingkungan yang diakibatkan penebangan pohon. Suatu sikap yang perlu diacungi jempol mengingat banyaknya protes mahasiswa lebih bersifat tehnis kemahasiswaan seperti pergantian Rektor atau kenaikan uang kuliah. Protes mahasiswa UIN Sunan Gunung Jati menunjukkan kepedulian yang seharusnya ditunjukkan mahasiswa penerus amanat bangsa. Karena protes mereka melambangkan pepatah: LEUWEUNG RUKSAK, CAI BEAK, MANUSA BALANGSAK...!!! Atau : NO FOREST, NO WATER, NO FUTURE...!!! **Maria Hardayanto** [caption id="attachment_149520" align="aligncenter" width="640" caption="pohon-pohon yang ditebang di kampus UIN (dok. Sunan Gunung Jati)"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H