[caption id="attachment_96486" align="aligncenter" width="500" caption="stress?"][/caption] Sering mengalami tekanan pekerjaan yang membuat stress ? Bingung mencari tempat untuk anak bermain ? Bosan menemani anak ke Timezone atau tempat permainan sejenis ? Atau ingin menghabiskan akhir pekan dengan cara yang menyenangkan ? Mungkin "Indonesia Berkebun" adalah solusinya. [caption id="attachment_96492" align="aligncenter" width="500" caption="anak-anak hanya bisa bermain di mall"]
[/caption]
Indonesia Berkebun digagas oleh Ridwan Kamil sang Winner of International Design Competition dengan konsep Ekologi, Edukasi dan Ekonomi. Dimana setiap individu, apakah dia bapak, ibu, anak-anak atau lajang mengambil peran dalam suatu komunitas dan mengisi peran tersebut sesuai kemampuan dan kompetensinya sehingga kegiatan komunitas selalu positif, kekeluargaan dan bermanfaat. Contoh Indonesia Berkebun yang sudah berjalan di Jakarta yaitu di Grogol dan Springhill. Bandungpun sedang merintis Bandung Berkebun yang akan mulai tanam pada tanggal 15 Mei 2011. Pelaksanaannya cukup mudah, mungkin melalui obrolan dengan teman sekantor, teman sekolah atau jejaring sosial seperti twitter dan facebook akan diketemukan lahan tidur yang menganggur karena pemiliknya belum punya ide atau dana untuk membangun. Jumlah anggotanya? Suka-suka! Sesuai kesepakatan. Demikian juga dana awal yang dibutuhkan untuk menggarap tanah yang semula pastinya tidak terawat sehingga membutuhkan pekerja khusus. Tetapi dengan berjalannya waktu, penyandang dana khusus mungkin tidak dibutuhkan karena akan tercukupi dari iuran anggota. Iuran anggota tersebut dibutuhkan untuk menggaji tukang (dinamakan perawat kebun) yang bertugas merawat kebun sehari-hari, misalnya menyiram tanaman atau merawat tanaman ketika pada waktunya berkebun anggota komunitas tertentu berhalangan hadir. Skema urban farming dari Indonesia Berkebun sebagai berikut :
- Sponsor : Pemberi pinjaman lahan dan / atau Pemberi dana untuk penggarapan tanah awal, pembelian benih, alat-alat berkebun (sesuai kesepakatan)
- Wali Kebun : Individu yang bertanggungjawab sebagai kordinator. Orang tersebut mempunyai kompetensi di bidang pertanian maupun tidak . Ya, namanya juga komunitas, pemilihan wali kebun benar-benar demokratis karena dia tidak digaji (istilah kerennya : social worker).
- Perawat kebun. Seorang pekerja (bisa paruh waktu) yang bertugas menjaga lahan. Khususnya ketika lahan baru ditanami sehingga membutuhkan perhatian ekstra.
- Komunitas. Suatu keluarga utuh maupun lajang yang mempunyai kepedulian berkebun tetapi tidak mempunyai lahan di pekarangannya.
Indonesia Berkebun harus memenuhi 3 konsep yaitu : 1. Ekologi. Mungkin ingatan anak-anak mengenai bermacam-macam bentuk daun, berbagai jenis akar, nama bunga dan bagian-bagiannya, nama buah dan bagian-bagiannya hanya sebatas hafalan di Sekolah Dasar. Tetapi apa manfaat cacing yang hidup di tanah dan rantai makanan yang terjadi mungkin mereka lupa. Bahkan jangan-jangan mereka berpikir bahwa sudah seharusnya burung hidup di dalam sangkar ! 2. Edukasi. Selain pelajaran biologi diatas, anggota komunitas juga bisa menamai kavlingnya berdasarkan nama kota, nama pulau atau nama negara. Sehingga ketika si anak A (misalnya mempunyai kavling Pulau Jawa) kemudian pergi ke kavling temannya B (Pulau Sumatera), dia akan menemui plang tulisan berisi nama kota lain atau nama sungai , nama danau atau bahkan nama selat yang harus dilewati ketika seseorang menyeberang pulau. 3. Ekonomi. Merujuk pada hasil akhir berkebun yang sukses, pastinya panen akan berlimpah apabila dibawa pulang ke rumah. Karena itu mungkin pembicaraan awal berupa perbedaan jenis tanaman disetiap kavling akan sangat berguna. Kalaupun tetap berlebih, hasil panen bisa dijual dengan dititipkan pada tukang sayur. Sebetulnya banyak individu yang sudah mempraktekkan urban farming, diantaranya Bapak Solihin GP (mantan Gubernur Jabar), Bapak Supardiyono Sobirin ( pakar DPKLTS yang mempunyai workshop di jalan Alfa nomor 92 Bandung dan terkenal dengan blognya Sampah diolah menjadi berkah, Bapak Mubyar Purwasasmita, Ketua Harian DPKLTS dan pengajar Tehnik Kimia ITB yang tidak pernah lelah memberi penyuluhan bagi yang mau bertanam padi dengan metode SRI (System of Rice Intensification) dan terbaru adalah Bapak Iwan Sulanjana (mantan Pangdam III Siliwangi) yang ditengah kesibukannya meluangkan waktu bereksperiman menanam padi dengan metode SRI dengan menggunakan kantung plastik (kresek) bekas sebagai pengganti polybag. Dalam waktu dekat DPKLTS akan menerbitkan buku tentang urban farming karena paradigma lama masih melekat dimana tanah harus diberi pupuk NPK yang harus dibeli di toko pertanian. Kemudian tanaman harus disemprot pestisida beracun untuk mengusir hama. Padahal semua kegiatan kebutuhan berkebun dapat ditemukan disekeliling kita. Tanpa mengeluarkan dana ekstra. Misalnya campuran air beras dan terasi bisa menjadi mikroorganisme lokal yang mengaktifkan tanah (semacam EM4 yang dijual di pasaran, tapi tidak dianjurkan dengan berbagai pertimbangan). Pupuk cair dan kompos pun bisa dibuat sendiri sehingga anggota komunitas tidak usah membeli, bahkan anak-anak bisa belajar proses kimia dan lingkungan hidup secara langsung. Untuk mengusir hama tanaman ? Ada ! Mulai dari tembakau, jambe, hingga daun tomat, cabe dan bawang putih. Hasilnya ? Tanaman yang sehat (sering juga disebut tanaman organik) dan panen dua kali lebih banyak dari biasanya. Yang pasti, anak-anak bisa bermain dengan leluasa tanpa takut terpapar pestisida yang beracun. Ada keunggulan lain dari berkebun yaitu berolah raga. Hanya dengan berkebun, kita dapat membakar 63 kalori per 10 menit. Padahal kegiatan berkebun seperti memangkas tanaman, membersihkan gulma, menyiram tanaman dan memberi pupuk, jarang menghabiskan waktu hanya 10 menit. Minimal 1 jam kita gunakan untuk berkebun, itu artinya kita sudah membakar 378 kalori. Berkebun, selain menjadi kegiatan relaksasi juga dapat melatih otot-otot kedua lengan,pinggang punggung dan bagian paha menjadi kuat serta meregangkan otot-otot panggul. Jadi, tunggu apalagi ? Segera hubungi rekan-rekan yang mungkin tertarik dengan ide Indonesia Berkebun. Tidak usah sungkan karena Ridwan Kamil tidak menetapkan system franchise untuk gagasannya. Sumber :
- Ridwan Kamil
- DPKLTS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H