Lihat ke Halaman Asli

Maria G Soemitro

TERVERIFIKASI

Volunteer Zero Waste Cities

Yuk Ganti Picture Profil (10 hari saja: 26 Nov-4 Des)

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1290917140377431018

[caption id="attachment_77452" align="aligncenter" width="200" caption="doc.gaia"][/caption]

Dalam beberapa hari ini mungkin para facebookers akan mengernyitkan dahi melihat beberapa gambar profil rekannya yang biasa narsis dengan berbagai gaya berubah menjadi gambar di atas.

Stop Trashing the Climate Nowadalah sebuah kampanye yang mengajak untuk mengurangi jumlah dan ukuran sampah dengan cara mengurangi, menggunakan ulang dan mendaur ulang (Reduce, Reuse, Recycle).

Suatu kampanye yang seharusnya dilakukan pemerintah sehubungan dengan semakin banyaknya sampah yang diproduksi oleh penduduk Indonesia yang jumlahnya semakin membengkak.

Jumlah penduduk yang membengkak adalah suatu keniscayaan, pengendaliannya melalui program KB Mandiri yang gencar diiklankan maupun bantuan para kader PKK di setiap wilayah menunjukkan bahwa BKKBN cukup aktif berkampanye.

Tetapi kampanye sampah yang seharusnya dilakukan Kementerian Negara Lingkungan Hidup , sama sekali tidak dilakukan.  Kalaupun pernah, sama sekali tidak berhubungan dengan sampah. Iklan Kemeneg LH  yang disebarkan melalui  sms (short message service) Flexy  berbunyi : “ Satu pohon dewasa memproduksi oksigen cukup untuk kebutuhan 2 orang. Marilah tanam dan pelihara pohon sekarang juga.”

Sesudah itu sepi, padahal kementerian lain wara-wiri di layar televisi lengkap dengan bapak / ibu menterinya. Begitu miskinkah Kementerian Negara Lingkungan Hidup hingga tidak mampu mendanai kampanye perihal lingkungan hidup khususnya sampah?

Apabila Bapak Gusti Muhammad Hatta enggan tampil dilayar kaca, bukankah bisa dibantu para model iklan ? Karena kampanye sosialisasi suatu masalah tidak membutuhkan iklan tokoh menteri di belakang program tersebut. Melainkan esensinya. Penampilan pelawak seperti Tukul atau Mpok Nori dijamin akan lebih mengena ketika menyosialisasikan sampah dibanding pak Meneg LH.

Tapi sudahlah, mungkin pak Meneg LH terlalu sibuk. Atau mungkin dugaan semula betul adanya, Kemeneg LH tidak sekaya Kemeneg Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ibu Linda Gumelar yang iklannya sering tampil di televisi.

Masyarakatlah akhirnya yang beraksi, dipelopori YPBB (Yayasan Biosains dan Bioteknologi) bersama Walhi, DPKLTS dan komunitas-komunitas peduli lingkungan lainnya berkampanye sekaligus memperingati Hari Aksi Global melawan Sampah dan Insinerasi pada tanggal 1 Desember 2010.

Caranyapun mudah hanya mengganti gambar profil selama sepuluh hari dari tanggal 26 November hingga 4 Desember 2010.

Selain itu teman yang diundang melalui pertemanan di jaringan social facebook ini diajak untuk mengurangi sampah, misalnya membawa tas reusable (tas pakai ulang), membawa wadah minum sendiri dan makan ditempat apabila ingin jajan makanan daripada membawanya pulang yang pasti akan menimbulkan sampah.

Kalaupun terpaksa membeli makanan matang, hindarilah makanan dalam kemasan styrofoam walau itu berasal dari rumah makan Jepang yang terkemuka. Karena kenikmatan sesaat atas makanan tersebut mengakibatkan sampah yang harus ditanggung anak cucu kita kelak. Hingga kini belum ada teknologi pendaur ulang styrofoam karena itu jangan heran salah satu sampah yang mendominasi ketika banjir adalah styrofoam.

Apabila pencegahan tidak berhasil, kitawajib memikirkan apakah barang yang kita beli/pakai dapat digunakan ulang hingga berkali-kali dan akhirnya rusak tak dapat dipakai ?

Pilihan terakhir yang merupakan pintu darurat adalah mempertimbangkan apakah kemasan barang yang kita beli dapat didaur ulang ? Banyak kemasan yang kita pikir adalah kertas tetapi karena didominasi lapisan plastikcukup tinggi mengakibatkan biaya tinggi pula dalam proses pemisahannya sehingga tidak ada pihak yang mau memproses apalagi memulungnya. Sebetulnya ini adalah kewajiban produsen produk tersebut sesuai pasal 15 Undang Undang no 18 tahun 2008 (akan kita bahas dalam tulisan berikutnya).

Mungkin waktu sepuluh hari dirasa mustahil untuk merubah kebiasaan puluhan tahun. Tetapi untuk perubahan diperlukan aksi. Aksi yang harus dilakukan terus menerus secara masif hingga membentuk suatu paradigma baru. Paradigma yang benar tentang lingkungan dimana seseorang tinggal hingga melahirkan perilaku yang bertanggung jawab terhadap sampah yang diproduksinya.

Tidak mudah, tetapi perubahan tidak akan terjadi apabila tidak dimulai. Perubahan yang mungkin membutuhkan pengorbanan dan risiko. Pengorbanan semisal membawa tas pakai ulang untuk menghindari pemakaian kantung plastik (kresek). Atau risiko menjadi perhatian orang lain ketika membawa wadah sendiri ketika membeli masakan matang, alih-alih mendapat kantung plastik pembungkus masakan yang pasti akan dibuang setibanya dirumah.

Terlalu naïf apabila kita mengadakan perubahan sekedar untuk memperingati hari Aksi Global Melawan Sampah dan Insinerasi pada tanggal 1 Desember. Apalagi dikait-kaitkan dengan adanya konferensi PBB tentang Perubahan Iklim di Cancun, Meksiko (29 November – 10 Desember) serta ulang tahun ke 10 aksi komunitas pendukung solusi Zero Waste (GAIA).

GAIA (Global Anti Incinerator Alliance)/The Global Alliance for Incinerator Alternatives hanyalah aliansi yang menawarkan solusi sesuai pendekatan local.

Beberapa diantaranya adalah :

1.Mengadakan talkshow di radio/TV dengan mengangkat topik hubungan antara sampah dan perubahan iklim.

2.Fitur proyek pengelolaan zerowaste dalam masyarakat.

3.Pengorganisasian sampah anorganik hingga pendaur ulangannya.

4.Diskusi publik dengan narasumber yang berasal dari instansi terkait dan pakar yang mempunyai kompetensi perihal lingkungan dan berbagai aspek yang menyertai.

5.Mengorganisir komunitas zero waste dimana diadakan pertemuan secara intens untuk membahas masalah limbah dan hubungannya dengan perubahan iklim.

6.Aksi langsung tanpa kekerasan yang bertujuan pentingnya penyadaran pengelolaan limbah oleh semua pihak. Karena  mustahil menyerahkan masalah limbah keatas pundak pemerintah semata.

Dan banyak hal lain, yang bertujuan promosi dan penyadaran pengurangan bahkan peniadaan sampah dari sumbernya. Halmana  merupakan implementasi strategi Zero Waste untuk membangun lingkungan  keberlanjutan, melindungi iklim dan hasil akhirnya adalah kesehatan masyarakat.

Kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup tidak seperti telur dan ayam yang sering diperdebatkan mana yang  muncul duluan. Karena lingkungan hidup yang menjamin keberlanjutan akan menciptakan masyarakat yang sehat . Tidak bisa dibalik.

Jadi apakah anda mau ikut bergabung ?

silakan klik disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline