Lihat ke Halaman Asli

Maria G Soemitro

TERVERIFIKASI

Volunteer Zero Waste Cities

TVOne, Maukah Anda Jadi Penengah Masalah PLTSa ?

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12897640521102566401

[caption id="attachment_75282" align="aligncenter" width="200" caption="doc. PSIK ITB"][/caption]

Wajah Beringas Anak Bangsa

Tawuran, unjuk rasa yangberujung anarki hingga anggota DPR yang gontok-gontokkan di sidang paripurnaseolah lumrah dipertunjukkan di layar kaca. Tetapi mengalami dan melihat sendiri ternyata sangat tidak menyenangkan, memilukansekaligus menyedihkan.

“Pokoknya PLTSa harus tetap dibangun !!”

“Panitia teu baleq !! (* Berat sebelah !!”

Teriakan –teriakan itu dilakukan oleh bapak-bapak paruh baya, berbadan gempal ,berkulit hitam, berwajah sangar dan berulangkali mengepalkan tinjunya keatas. Serempak mereka mengelilingi moderator acara, Mohamad B. Junerosano (Sano) yang kebetulan bertubuh kurus, mungildan kemudian mereka merangsek maju kearah para narasumber yang sedang duduk di podium.

Sano, alumni TehnikLingkungan ITB,Direktur Greeneration Indonesia sekaligus Koordinator Forum Hijau Bandung beberapa kali mengingatkantata tertib diskusi publik kali ini tapi tidak ada yang mau mendengar, semua ingin bicara dengan durasi dan muatannya sendiiri. Tidak mau mengindahkan tata tertib apalagi pendapat orang lain. Hingga akhirnyaSano menghentikan diskusi publik dan membubarkan peserta.

Sejenak pandangansaya terasagelap. Siapakah mereka ? Apakah benar mereka bagian dari bangsa Indonesia ? Apakah benar mereka anggota Angkatan Muda Siliwangi ? Pahamkah mereka tentang Pancasila khususnya sila ke 4, sila ke 5 dan sila ke 2 ? Kalau paham, bukankah seharusnya mereka menghargai pendapat orang lain ? Bukankah seharusnya mereka memberi teladan yang baik bagi para peserta lain yang umumnya anak-anak mahasiswa berusia belasan tahun ?

Sekarang anak-anak mahasiswa tersebut bingung, sebagian gemetar, beberapa ada yang menahan tangis sambil memegang erat pulpennya. Ah, bapak-bapak yang terhormat , mengapa kaulukai hati mereka ? Mengapa kau bersikeras bahwa setiap orang harus mengikuti keinginanmu dan mengabaikan pendapat orang lain ? Dan sekali lagi, benarkah bangsamu, Bangsa Indonesia ?

DiskusiPublikYang Berubah Wajah

Kejadiannya bermula ketika CCF (Pusat Kebudayaan Perancis) mengadakan pameran poster “”Keaneka ragamanHayati” di Gedung Indonesia Menggugat, dan memberi kesempatan pada Forum Hijau Bandung untuk mengadakan acara yang berkaitan dengan topik mereka.

Mumpung ada fasilitas gedung gratis, Forum Hijau Bandung menggelar Nonton Bareng pada tanggal 13 November 2010. Nonton Bareng yang digawangi Walhi dan YPBB menggelar film berjudul “Fukuoka dan Pertanian Organis di Jepang. Seusai nonton bareng, acara dilanjutkan dengan diskusi mengenai film tersebut.

Tanggal 14 November 2010, Forum Hijau Bandung mengadakan diskusi publik dengan topik PLTSa.Team tehnis penyelenggara adalah PSIK (Pusat Studi Ilmu Kemasyarakatan) ITB. Topik ini dipilih karena Walikota Bandung tampaknya ingin segeramembangun PLTSa tanpa sosialisasi dengan seluruh warga Bandung. Padahal penikmat hasil positif ataupun penerima dampak negatif adalah seluruh warga Bandung. Bukan Walikota Bandung sendirian.

Diskusi publik berjalan mengecewakan karena diisi umbaran emosi beberapa gelintir peserta. Peserta yang tidak siap dengan perbedaan dan menyukai tindakan anarki. Sehingga pembubaran diskusi yang baru setengah jalan oleh moderatornya, Sano adalah langkah yang paling tepat dan bijaksana.

Topik PLTSa memang berpotensi konflik kepentingan, dari dua pihak yang merasa benar :

1.Pihak Pemerintah berpendapat masalah sampah adalah wewenangnya. Sehingga wewenangnya pula untuk membangun PLTSa(Proyek Listrik Tenaga Sampah), yaitu proyek pembakaran sampah yang dapat menggerakkan turbin penghasil listrik sebesar 7 MW. Entah mendapat ilham darimana, Walikota Bandung menetapkan Gede Bage yang berdampingan dengan perumahan Griya Cempaka Arum (GCA) sebagai tempatPLTSa tersebut. Karena Tempat Pembuangan Sampah akhir (TPA) Sarimukti akan berakhir “masa pakai”nya pada tahun 2011 sedangkan alternatif TPA lain belum didapat. Maka jalan satu-satunyaadalah cepat-cepat merealisasikan proyek senilai 600 milyar tesebut.

2.Penduduk GCA ogah areanya dijadikan tempat pembakaran sampah bernama PLTSa. Selain karenadampak yang pasti timbul (siapapun orangnya tidak ingin bertetangga dengan sampah bukan ?) bisa diprediksi sampah yang datang pastinya tidakdapat langsung diproses sehingga menimbulkan bau karena ditumpuk dulu disekitarnya. Juga kekuatiran akan residu berupa bottom ash dan fly ash. Bahkan beberapa pakar membantah listrik yang akan dihasilkan PLTSa sejumlah 7 MW, karena perkiraannya hanya beberapa ratus KW, jumlah yang hanya cukup untuk operasional pembakaran sampah (PLTSa) itu sendiri.

Dua pihak yang sangat bertentangan , dua pihak yang diyakini Forum Hijau Bandung dapat dipersatukan melalui arena diskusi publik. Hinggamasalah dapat diurai dan ditemukan solusinya.

Sayang walau isi undangan yang disebar maupun pada prolog diskusi publik sudah diwanti-wanti bahwa ini pertemuan “berkepala dingin dan jernih hati” sehingga diharapkan diujung acara dapat ditemukan solusi yang paling masuk akal dan paling kecil resistensinya terhadap masyarat, dimanapun pembakaran sampah itu berada. Tetap saja kekacauan terjadi. Kekacauan yang disebabkan segelintir orang yang tidak siap menerima perbedaan. Kekacauanyang disebabkan warisan kebiasaan “orde jadul” bahwa setiap masalah dapat diselesaikan dengan kekerasan, dengan gaya preman.

Solusi

Usai diskusi yang mengharu biru tersebut , beberapa pakar lingkungan berembug sambil menunggu situasi kondusif karenadari luar gedung terdengar teriakan-teriakan bernada marah dan mengancam beberapa pakar tersebut.

Hasilnya adalah pertemuan intern beberapa pakar untuk menemukan solusi yang termudah, termurah dan tercepat pelaksanaannya. Sehingga resistensinyapun paling kecil. Masyarakat hanya akan diundang apabila solusi sudah didapat, itupun hanya untuk sosialisasi. Sayangnya cara ini memakan waktu dan biaya. Karena kesibukan para pakar, ditakutkanbanyak pakar yang tidak bisa hadir pada waktu bersamaan.

Cara kedua yang diharapkan bisa memperoleh hasil dengan cepat adalah diskusi publik para pakar yang diekspos media semisal TVOne. Mengapa ? Karena diharapkan para pakar tidak menyia-nyiakan waktu yang diberikan, sehingga semua bisa hadir. Sosialisasi masyarakat pun otomatis terlaksana karena terliput media elektronik.

Selain hal tersebut diatas, penayangan diskusi publik secara meluas sangat penting dan berguna karena menurutbeberapa sumber apabila PLTSa Gede Bage berhasil dibangun maka Bapenas akan mencairkan dana bagi PLTSa-PLTSa serupa yang akan dibangun dikota-kota besar lainnya diseluruh Indonesia.

JadiPLTSa Bandung khususnya Penduduk Bandung menjadi semacam kelinci percobaan. Benar bergunakah PLTSahingga menghasilkan listrik atau malah menghasilkan racun B3 yang akan terhirup penduduk Bandung. Ya lihat saja nanti, akankah Penduduk Bandung sehat sejahteraatau bergelimpangan sekarat ? !

[caption id="attachment_75283" align="aligncenter" width="601" caption="tak terkendali (doc. Maria Hardayanto)"]

12897655912054930427

[/caption]

Note :

(*: panitia teu baleq = panitia tidak becus

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline