Lihat ke Halaman Asli

Maria G Soemitro

TERVERIFIKASI

Volunteer Zero Waste Cities

Ada Padi, Serangga, Wereng dan Bebegig di Pasar Seni ITB

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

[caption id="attachment_283499" align="alignleft" width="225" caption="pematang sawah ITB (2010, Maria H)"][/caption]

Apakah anak anak perkotaan mengetahui bentuk tanaman padi sejak berwujud semaian hingga berbulir ? Apakah mereka tahu proses gabah hingga menjadi nasi yang mereka konsumsi sehari hari ? Mungkin ada yang tahu persis tapi mungkin lebih banyak lagi yang hanya mengenal sosok tanaman padi dari jendela kaca mobil atau kereta api ketika mereka bepergian ke luar kota. Bahkan wereng pun hanya sekedar kata yang mereka baca atau dengar dari media. Bentuknya ? Ah apakah penting untuk mengetahuinya ?

Tanpa disadari kita sudah tenggelam dalam arus kapitalis yang memaksa orang berinovasi dan berkreasi seputar masalah peradaban modern danmelupakan kearifan local. Hingga kampanye lingkungan hidup hanya dimaknai dengan sekedar menanam pohon.

Berdasar pemahaman akan adanya keterkaitan erat antara lingkungan dan seni, Tisna Sanjaya, mengundang sobat sobatnya dan menyelenggarakan diskusi publik dalam rangka persiapan menjelang Pasar Seni ITB ke X. Kebetulan dosen FSRD ITB yang cerdas, “nyeni” sekaligus “nyleneh” ini menjadi Ketua Umum Pasar Seni ITB yang akan diadakan pada tanggal 10,bulan 10 (Oktober) tahun 2010, selama 10 jam, dari pukul 08.00 hingga pukul 18.00 WIB.

Sobat sobatnya itu adalah, pakar lingkungan Supardiyono Sobirin yang membahas seputar sampah dan krisis air. T. Bahtiar yang membahas seputar kepunahan vegetasi dan kerusakan lingkungan dan terakhir Mubyar Purwasasmita yang mengupas keunggulan menanam padi dengan cara SRI (System Rice Intensification) dimana dengan sebulir padi akan muncul serumpun padi.

Mengapa cukup sebulir padi ? karenasebulir benih ataupun segenggam benih padihasilnya akan sama saja. Sesuai hukum alam, ketika kita menanam beberapa  benih padi sekaligus dalam satu lubang, maka yang kuat akan mengalahkan yang lemah hingga dalam satu rumpun hasilnya akan sama yaitu kurang lebih 200 gram – 300 gram gabah basah.

Mengingat makin minimnya lahan untuk bertanam, Mubyar Purwasasmita dan DPKLTS menanam padi dalam polybag. Mungkin terdengar aneh, karena tanaman padi selama ini dikenal sebagai tanaman yang harus ditanam di dalam tanah berlumpur. Tetapi ada penjelasan lain adanya air yang berlebih (hingga berlumpur) memaksa tanaman padi mempunyai akar yang kuat untuk mencengkram, berbeda halnya dengan tanaman padi SRI yang hanya membutuhkan air secukupnya sehingga irit air dan zat harapun tidak habis untuk membentuk akar tetapi disalurkan sebagai nutrisi pembentukan bulir padi.

Pemeliharaannya hampir sama dengan menanam padi biasa, yang membedakan metode SRI mewajibkan tanaman disiram air mol secara rutin. Mol atau mikro organisme lokal selain digunakan sebagai pupuk cair dapat juga menjadi bioaktivator. Terbuat dari sampah organik yang kita hasilkan sehari hari seperti nasi basi, sisa sisa /hasil kupas buah buahan hingga air bekas mencuci beras yang kita kumpulkan dan endapkan. Hasil fermentasi berbagai sampah organik inilah yang digunakan untuk menyuburkan tanaman diantaranya padi. Penjelasan lebih lengkap dan rici tentang mol silakan klikdisini.

Rupanya Tisna Sanjaya dan mahasiswanya mendapat ide untuk mengubah lahan timur ITB menjadi sawah. Maka ratusan padi dalam polybag ditanam pada bulan Juli 2010 dengan perhitungan pada saat pesta Seni berlangung yaitu bulan Oktober padi sudah berbulir penuh.

Berhasilkah ? Cukup berhasil mengingat tidak ada seorangpun diantara mereka adalah petani. Artinya mereka hanya berpatokan pada teori. Mubyar Purwasasmita sebagai Ketua Harian DPKLTS (Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda) beserta teamnya memang sudah beberapa kali menanampadi dalam polybag tetapi pemeliharaan diserahkan pada petani yang berniat mempraktekkan SRI.

[caption id="attachment_283501" align="alignleft" width="300" caption="kangkung, disela sela padi (2010, Maria H)"][/caption] Kini mahasiswa dan mahasiswi ITB berkesempatan berjalan menyelusuri jalan dimana kanan kirinya adalah tanaman padi, layaknya pematang sawah. Ada bulir yang padat berisi, ada bulir hampa, ada belalang, wereng dan bebegig (orang orangan sawah) yang dimaksudkan untuk menakut nakuti burung yang memburu makanan favoritnya : bulir padi !

Bagaimana umumnya pendapat mereka ?

“Asyik, serasa di desa.”

“Wah seumur ini baru loch lihat dan pegang tanaman padi!”

“Hmmm….jadi tahu, ini toh yang namanya wereng.”

“Apa sih ini ? Pupuk cair dari sampah kantin ? Kok nggak bau ?”

Pupuk cair yang dimaksud adalah mol (mikro organisme lokal). Digantung di sela sela tanaman padi dan dimaksudkan untuk memancing serangga hingga serangga bergelimpangan mati di dalam gelas bekas mineral berisi mol tersebut.

Selain padi, ditanam juga kangkung darat yang tumbuh subur walau curah hujan pada akhir akhir ini memaksa banyak akar tanaman menjadi busuk.

[caption id="attachment_283504" align="alignleft" width="300" caption="mol yang digantung untuk membasmi serangga (2010, Maria H)"][/caption]

Sungguh menyenangkan mendapati pemandangan pedesaan ada dipusat kota, bahkan di depan gedung perguruan tinggi yang banyak melahirkan tehnokrat.

Semua itu tidak terlepas dengan tema Pasar Seni kali ini yang tertuang dalam zona melupakan dan zona mengingatkan.

Apakah itu ?

Jawabnya ada di Pasar Seni ITB ke X, di jalan Ganesha nomor 10 Bandung.

Silakan datang pada acara serba 10 itu, tanggal 10 bulan 10 tahun 2010, yang akan berlangsung selama 10 jam (dari jam 08.00  - 18.00 WIB)

[caption id="attachment_283506" align="aligncenter" width="300" caption="pembuatan bebegig oleh kelompok seni Dago (2010, Maria H)"][/caption]

Sekedar mengingatkan, lokasi Pasar Seni berdampingan dengan lokasi Car Free Day dan Pasar Kaget Gasibu (depan Gedung Sate Bandung), jadi gunakanlah transportasi ramah lingkungan.

Sampai jumpa di Pasar Seni ITB

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline