Lihat ke Halaman Asli

Maria G Soemitro

TERVERIFIKASI

Volunteer Zero Waste Cities

Yuk Main Ke Kereta Kota, Tut..Tut...Tutt.....

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_171749" align="alignnone" width="300" caption="anak-anak ikut berkunjung  dan berinteraksi"][/caption] Pernah mendengar Global Warming ? Perubahan Cuaca ? Hujan Asam? Gas Rumah Kaca ?Atau bahkan pernah mengikuti seminar-seminarnya ? Tetapi sudahkah menerapkan yang sederhana seperti memisah sampah dan menghemat air ?

Kesalahan kita mungkin karena sering tidak nyambungnya ilmuwan dan praktisi. Sehingga seminar dan workshop berthemakan lingkungan hidup hanya dihadiri orang-orang yang makin membumbung dengan kepedulian lingkungan tetapi enggan melihat keapatisan realita.

Dilain pihak, salahkah orang yang tidak paham bahkan tidak peduli tentang lingkungan hidupnya ?

Belum tentu ! Berangkat dengan kesadaran itulah YPBB (Yayasan Biosains dan Bioteknology) Bandung mendisain suatu edukasi dan kampanye kepedulian lingkungan hidup yang dinamakan kereta kota.

Kereta Kota singkatan dari Kegiatan Rekreasi dan Edukasi di Taman Kota. Khususnya Taman Kota Lansia jalan Cilaki Bandung. Diadakan minggu ke 3 setiap bulannya dan diisi beragam aktivitas. Mau menyoba membuat Lubang Resapan Biopori ? Mau tahu tentang kotak ajaib Takakura dan cara membuatnya ? Atau bahkan mau tahu termasuk kelompok manakah kita dalam menyikapi kerusakan lingkungan ? Semua ada.

Sambutan para pejalan kaki yang sedang berolah raga di Taman Lansia memang beragam. Ada yang tidak peduli. Ada yang sok tahu : “ Oh, itu mah pelajaran!”“Oh, Itu mah anak-anak sedang bermain!” Kesimpulan yang tidak terlalu meleset karena proses edukasi lingkungan adalah belajar sambil bermain. Pastinya menyebalkan apabila kita mau belajar membuat kompos, tetapi yang disodorkan adalah setumpuk petunjuk yang harus dihafalkan dan dipraktekkan tanpa boleh ada penyimpangan sedikitpun.

Untuk yang ingin tahu dan berminat mempraktekkan di rumahnya, beberapa sukarelawan YPBB dengan senang hati menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan termasuk beberapa kemungkinannya.

“Duh, paling sedih kalo ga ada yang mau peduli.”

“Iya, ya paling asyik kalo tempat kita dikerumuni orang dan mereka antusias.”

Begitulah celotehan para sukarelawan yang sudah mulai bekerja pukul 05.30 hingga pukul 09.30 WIB.

“Hehe…..yang penting, prakteknya di rumah dong”.

Kelebihan kereta kota karena berinteraksi langsung dengan masyarakat adalah mendapat masukan autentik, ada pengunjung yang ingin membuat kompos tapi tidak tahu caranya sehingga sampah dapur dia cacah dan ditaburkan disekeliling tanaman. Atau ada yang tahu tentang kotak takakura, tapi enggan memotong-motong hasil menyiangi sayuran seperti kangkung, wortel dan bayem. Akibatnya ? Si ibu urung  memisah sampah organiknya.

Dengan adanya kasus nyata, solusi yang jitupun lebih mudah diberikan dan diharapkan lebih mudah dipraktekkan. Misalnya untuk kasus ibu rumah tangga yang tidak sempat mencincang sisa sayuran, diberikan solusi membuat lubang resapan takakura sehingga si ibu bisa membuang sampah organiknya sekaligus menyimpan air hujan.

Sedangkan untuk ibu yang berkeinginan membuat kompos dengan cara mudah dan tidak bau, solusi membuat kotak takakuralah yang diharapkan paling tepat.

Sayang ide cemerlang untuk langsung berinteraksi dengan masyarakat ini hanya dipraktekkan oleh satu yayasan. Padahal konon ada 150 lebih LSM dan yayasan di Bandung yang peduli lingkungan hidup. Mereka tahu dengan pasti bahwa setiap minggunya masyarakat Bandung mengerumuni lapangan Gasibu dan taman Cilaki, entah untuk berolah raga atau hanya berbelanja karena banyaknya PKL dadakan yang berarti banyak pula ragam dagangannya.

Apabila berandai-andai semua LSM/yayasan bersedia mengedukasi masyarakat Bandung, setiap minggunya diperkirakan ada 3 LSM/yayasan yang bahu membahu di 3 titik. Proses edukasi akan lebih lancar dan materipun bisa diberikan beragam dan menarik karena satu LSM/yayasan hanya bertugas satu kali pertahunnya.

Suatu usulan yang tidak terlalu mengawang-awang. Karena kalau semua pihak berniat melaksanakan program yang realistis dan melaksanakannya dengan konsisten, pastinya bisa diharapkan hasil yang maksimal daripada sekedar duduk-duduk di seminar. Bertambah wawasan tapi bak hidup di menara gading karena masyarakat sekitar ga ngerti, apasih yang mereka omongin ? !

[caption id="attachment_171765" align="alignnone" width="300" caption="pingin tahu cara membuat LRB ? Silakan dicoba ....."][/caption] [caption id="attachment_171772" align="alignnone" width="225" caption="sukarelawan sedang menerangkan kotak takakura"][/caption] [caption id="attachment_174581" align="alignnone" width="300" caption="seusai acara kereta kota, para sukarelawan mejeng"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline