Lihat ke Halaman Asli

Maria G Soemitro

TERVERIFIKASI

Volunteer Zero Waste Cities

Hidup Sehat Dengan Urban Farming

Diperbarui: 18 Juni 2015   03:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1408104796193213906

[caption id="attachment_353124" align="aligncenter" width="486" caption="pakchoy dan caysim (dok. Maria G. Soemitro)"][/caption]

Pada tahun 2010, Ridwan Kamil, Achmad Marendes, Shafiq Pontoh, Sigit Kusumawijaya dan kawan-kawan menggagas Indonesia Berkebun yaitu gerakan menanami lahan terlantar di area perkotaan. Tujuannya agar masyarakat bisa melakukan kegiatan bermanfaat, tidak hanya keluar masuk mal. Menyembuhkan urban stress dan lahan yang  “sakit” akibat terlantar dapat subur kembali dengan kembalinya flora dan fauna.

Dalam waktu singkat komunitas pegiat urban farming bermunculan. Mereka bergabung dengan bantuan media sosial dan membentuk Jakarta Berkebun, Banten Berkebun, Bogor Berkebun, Bdg Berkebun dan lain-lain (seluruhnya 30 kota; 8 kampus). Semua aktif berkebun sesuai minat dan kondisi wilayah. Jika belum paham atau ingin menambah pengetahuan berkebun, Akademi Berkebun siap membagi ilmu. Asyik kan?

Mengapa aktivitas berkebun bisa begitu diminati, sementara anak petanipun kian enggan bersimbah lumpur dan cacing? Karena kegiatan memang didisain agar anggota merasa gembira melakukan kegiatan pertanian. Dan diharapkan memperoleh manfaat jangka pendek dan jangka panjang seputar edukasi, ekologi dan ekonomi.


  • Edukasi. Berkebun membantu anak-anak mengenal  biota tanah, bermacam-macam bentuk  daun, akar, bunga, buah dan bagian-bagiannya secara langsung atau bahkan sejak dini sehingga memudahkan jika kelak mereka menginjak bangku sekolah.

  • Ekologi. Dalam kegiatan berkebun, tanah diolah sehingga biota tanah bermunculan dan air hujan meresap sempurna dengan ending keaneka ragaman hayati yang kembali lagi.

  • Ekonomi. Rasanya berlebihan jika hasil urban farming bisa langsung terserap pasar. Karena hasilnya belum tentu maksimal dan hasil penjualanpun belum sesuai dengan pengorbanan yang dilakukan. Tapii minimal penggiat urban farming bisa mengonsumsi sayuran sehat sebagai tindakan preventif untuk kesehatan dan mengurangi lembaran rupiah yang harus dikeluarkan untuk belanja sayuran.

  • Olah raga ternyata juga menjadi manfaat yang dirasakan para pegiat urban farming. Jika minimal 1 jam kita habiskan untuk berkebun, berarti sudah membakar 378 kalori. Berkebun, selain menjadi kegiatan relaksasi juga dapat melatih otot-otot kedua lengan,pinggang  punggung dan bagian paha menjadi kuat serta meregangkan otot-otot panggul.

Tertarik ikut berkebun juga? Tertarik tapi kesulitan menemukan akses ke komunitas yang terdekat?Bisa kok berkebun sendiri dengan cara mudah dan murah. Apa saja sih yang diperlukan?


  1. Tempat pembibitan. Bisa dibeli di toko alat-alat pertanian, bentuknya seperti baki/nampan berlekuk untuk memudahkan pemindahan benih. Jika kesulitan, pembenihan bisa dilakukan di pot biasa.
  2. Media pembenihan. Sebaiknya campuran cocopeat (serbuk sabut kelapa) dan sekam bakar tetapi jika sulit didapat bisa menggunakan campuran sekam bakar dan kompos.
  3. Media tanam. Cukup membeli sekam bakar, kompos dan tanah dari penjual tanaman hias. Biasanya mereka menjual media tanam yang sudah jadi. Praktis, bisa langsung digunakan. Walau kelak akan ‘terasa’ deh bahwa mengompos sendiri selain menguntungkan hasilnya juga lebih bagus.
  4. Wadah tempat menanam sayuran. Banyak alternatif pilihan: pot, polybag atau kotak bekas buah lengkeng/anggur yang dengan mudah kita temukan di pasar. Harganya berkisar Rp 5.000 – Rp 7.000/kotak. Mengapa menganjurkan kotak ini? Karena kita bisa menanam langsung dalam jumlah banyak di satu wadah. Memindahkan hasil pembenihan dalam pot/polybag sangat memakan waktu. Terlebih dalam jangka waktu 1-2 bulan sudah panen, menyebabkan polybag mudah rusak dan harganya menjadi terasa mahal. Oiya bisa juga lho menggunakan bekas kemasan (misalnya bekas minyak goreng) dan botol air mineral yang dipotong sebagai wadah tanam.
  5. Bibit sayuran. Bisa dibeli di toko pertanian, jangan lupa perhatikan tanggal kadaluarsa agar benih yang ditanam kualitasnya bagus. Jika kesulitan menemukan toko pertanian, bisa dimulai dengan sisa buah-buahan dan sayuran yang dikonsumsi. Misalnya biji cabe, biji semangka, biji melon, biji tomat sedangkan sayuran umumnya bisa diambil bagian batang bawah dimana terdapat akar contohnya bawang daun dan kangkung akar. Bisa juga wortel/kentang/labu siam yang terlanjur tumbuh tunasnya.
  6. Peralatan berkebun seperti sekop, rake/cultivator yaitu alat semacam sekop yang memiliki ujung terdiri dari beberapa besi runcing untuk mengaduk/meratakan tanah. Sarung tangan. Hand spray untuk menyiram tanaman muda.

Jika mengacu pada semangat Indonesia Berkebun yang melakukan kegiatan dengan gembirauntuk bermain, belajar serta berolah raga, sebaiknya kegiatan berkebun menggunakan peralatan dan bahan yang ada di sekitar kita. Jangan memaksa diri berbelanja peralatan berkebun karena jangan-jangan ketika melihat harganya udah ogah duluan deh … ^^

Yuk, kita mulai dengan pembenihan.

[caption id="attachment_353130" align="aligncenter" width="410" caption="benih, perhatikan tanggal kadaluarsa (dok. Maria G. Soemitro)"]

1408105395975061622

[/caption]

  • Baki diisi media cocopeat dan sekam. Berhubung saya tidak menemukan cocopeat, saya menggantinya dengan kompos dan sekam bakar. Resikonya bibit terkena jamur, tapi ya apa boleh buat. Karena jika menunda-nunda, kapan sampainya? Kapan panennya?^-^

[caption id="attachment_353123" align="aligncenter" width="365" caption="pembenihan dengan media seadanya (dok. Maria G. Soemitro)"]

14081046632111741573

[/caption]

  • Setiap lubang baki diisi 2-3 bibit sayur. Setelah lubang terisi semua, tutup dengan plastik. Jika menggunakan pot tetap harus ditutup untuk meminimalisir penguapan dan mencegah bibit menjadi santapan burung/ayam.


[caption id="attachment_353122" align="aligncenter" width="340" caption="benih ditutup plastik (dok. Maria G. Soemitro)"]

14081045471007931049

[/caption]

  • 2-3 hari kemudian bibit tanaman telah pecah, segera pindahkan karena jika terlambat batang tanaman menjadii terlalu panjang sehingga rapuh dan mudah mati.

[caption id="attachment_353121" align="aligncenter" width="429" caption="biji pecah dan muncul 2 daun, saatnya dipindah (dok. Maria G. Soemitro)"]

1408104324629777423

[/caption]

[caption id="attachment_353125" align="aligncenter" width="336" caption="kontainer/bekas buah dialasi plastik, lubangi dan isi media tanam (dok. Maria G. Soemitro)"]

1408104959857014363

[/caption]

[caption id="attachment_353128" align="aligncenter" width="463" caption="Pindahkan tanaman (dok. Maria G. Soemitro)"]

14081050891826722811

[/caption]

Setelah dipindahkan ke pot/polybag/kotak bekas buah, perawatan menjadi susah-susah gampang. Terlebih dalam cuaca yang tidak menentu, akar tanaman mudah busuk karena terendam air hujan. Karena itu posisi paling ideal menempatkan tanaman didalam green house atau teras rumah yang terlindung hujan secara langsung. Tapi jangan lupa menyiram, tanaman sayuran sangat suka ‘minum’ dan sinar matahari.

Agar tidak lupa menyiram, saya menyimpan ember kecil di dekat dapur untuk menyimpan air bekas mencuci beras, sehingga otomatis ingat untuk menyiram tanaman.

Air bekas mencuci beras merupakan pupuk termudah. Kita bisa membuat air MOL (mikroorganisme local) untuk memperkaya media tanam. Cara membuatnya yang cukup njlimet dengan mudah dapat kita temukan jika bergabung dengan grup-grup bertani yang ada di facebook (Solusi Bertanam Organik, Belajar Bareng Hidroponik dan lain-lain)

Sebagai tambahan, jika menanam sayuran di lahan luas kita bisa membuat lubang untuk mengompos tanaman sayuran yang kerdil, sampah organik dapur dan daun-daunan. Sedangkan jika senasib dengan saya yang lahannya terbatas, ada baiknya mengompos di pot/ karung beras. Tujuannya selain untuk memperoleh kompos yang lebih berkualitas juga untuk menanggulangi sampah perkotaan.

[caption id="attachment_353129" align="aligncenter" width="553" caption="tanaman dewasa sudah tahan curah hujan yang tinggi  (dok. Maria G. Soemitro)"]

1408105237259191162

[/caption]



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline