Lihat ke Halaman Asli

Maria Fillieta Kusumantara

S1 Akuntansi Atma Jaya

Rara Si Pawang Hujan Hebohkan Mandalika

Diperbarui: 2 April 2022   08:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : https://www.suara.com/news/2022/03/28/160710/apa-agama-rara-pawang-hujan-motogp-mandalika

Ada yang berbeda pada perhelatan MotoGP kali ini. Bukan hanya kembali digelar di Indonesia, tapi aksi Rara Istiani Wulandari selaku pawang hujan menarik perhatian para pembalap. Salah satunya Fabio Quartararo yang iseng tirukan ritual Rara hanya berbekal cup eskrim beserta sendok plastik. Rara juga diklaim sukses menghentikan hujan yang mengguyur Mandaika hingga balapan bisa berjalan lancar.

Saya mengapresiasi niatan untuk memperkenalkan budaya Indonesia di event berskala internasional semacam ini, namun saya kurang setuju bila aksi pawang hujan dipertontonkan.

Pertama, ilmu yang dilakukan pawang hujan sejatinya adalah ilmu klenik, ini jelas-jelas bertentangan dengan falsafah Indonesia yang berperiketuhanan.

Kedua, apa yang disampaikan Rara saat diwawancarai media terkesan 'kurang piknik' dengan menyebut aksinya dilatarbelakangi ilmu psikologi. Sepengetahuan saya, dalam ilmu psikologi tidak pernah sekalipun mengajarkan teknik pawang hujan, namun lebih kepada pengenalan kepribadian dan pengontrolan psikis manusia. Begitu pula dengan kata-kata Rara yang viral pasca menjadi bintang tamu di siniar Deddy Corbuzier.

Istilah aneh seperti 'remote cuaca' dan 'Ada AC besar di langit' membuat saya mengelus dada. Rara bukan seorang pelawak, siniar Deddy juga juga bukan berfokus pada acara lawak, namun saya sangat sedih mengapa wanita dewasa seperti mbak Rara menyampaikan hal-hal seperti itu, apalagi dilakukan di event besar dimana semua spotlight tertuju pada Indonesia. 

Hanya itukah budaya Indonesia yang pantas diperkenalkan di pentas dunia? Padahal, Indonesia bisa saja memperkenalkan alat musik khas Indonesia misalnya kolintang atau angklung sembari menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya tepat sebelum balapan dimulai dengan diiringi penampilan tari tradisional Lombok. Atau, memperkenalkan batik dengan cara mewajibkan motif tersebut disematkan pada baju pembalap yang mengaspal di Sirkuit Mandalika. Walaupun durasinya tak lama, tapi setidaknya para tamu asing bisa mengetahui budaya khas Indonesia, juga memberdayakan para pekerja kreatif yang terdampak pandemi. Dan hal ini memberikan kesan baik pada mereka, terutama pada citra Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline