Tepat tanggal 24 di penghujung tahun 2021 ini, saya teringat betapa meriahnya pesta natal dahulu yang kini meredup akibat pandemi covid 19. Namun saya tersadar, perayaan natal tidak melulu pesta dan hingar-bingar musik bernafaskan kebahagiaan.
Selain merayakan kelahiran Yesus Kristus, natal sekaligus juga merupakan momen peringatan perjuangan kaum wanita khususnya kaum ibu dan kesetaraan gender dalam keluarga.
Dalam maklumat kelahiran Yesus yang digaungkan di awal kebaktian disebutkan bahwa Yosef dan Maria harus menempuh perjalanan jauh menuju Betlehem untuk mengikuti cacah jiwa atas perintah Kaisar Agustus.
Perjalanan ke Betlehem sendiri tidaklah mudah apalagi pada saat itu Maria dalam kondisi hamil tua (www.jw.org bdk Luk 2;5) ditambah lagi cuaca hujan dan medan pendakian yang cukup berat. Namun, disaat kebanyakan orang berfokus pada kelahiran Yesus, saya merasa keberanian dan perjuangan Maria dan Yosef ini patut diapresiasi.
Dimana Maria berjuang beradaptasi dengan kondisi yang sangat terbatas dan tidak ramah perempuan namun tetap dapat memberikan yang terbaik bagi anaknya (tergambar melalui tindakan Maria membaringkan anak dalam palungan dengan kain lampin sebagai selimut, memastikan sang putra tidak kedinginan dan aman serta memberikan pendidikan rohani pada Yesus) serta peran Yosef sebagai seorang suami dalam mendampingi dan mengurus segala kebutuhan, proses bersalin hingga merawat bayi yang baru dilahirkan.
Yosef bisa saja menyerahkan tugas domestik itu pada Maria, tapi ia tak melakukannya. Yusuf menjadi panutan para bapak diluar sana bahwa diperlukan keseimbangan peran dalam keluarga, tidak berat sebelah agar terwujud keluarga bahagia. Sudah siapkah kamu meneladan sikap Maria dan Yusuf alih-alih euforia natal semu?