Lihat ke Halaman Asli

dr.Maria Alfiani Kusnowati

Dokter/Health Educator

Misteri Otak: Cara Memori Rasa Takut Dibentuk Setelah Trauma

Diperbarui: 24 Oktober 2024   07:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi : Freepik.com

Pernahkah Anda mengalami kejadian traumatis yang membuat Anda sulit melupakan rasa takut atau cemas yang datang setelahnya? Sebuah studi terbaru yang diterbitkan dalam journal Nature Communications memberikan penjelasan menarik tentang bagaimana otak kita merespons trauma, terutama dalam hal memori rasa takut.

Menurut penelitian ini, setelah seseorang mengalami trauma, otak pada awalnya menyimpan rasa takut tersebut secara asosiatif. Ini artinya, kejadian traumatis tersebut bisa "melekat" dengan detail tertentu yang sulit dipisahkan. Misalnya, Anda mungkin merasa cemas atau takut ketika mendengar suara keras karena hal itu mengingatkan Anda pada kejadian traumatis di masa lalu. Namun, kabar baiknya, seiring berjalannya waktu, bagian otak lainnya, terutama korteks prefrontal mulai bekerja lebih keras untuk memproses ingatan tersebut. Korteks prefrontal membantu membuat memori tersebut lebih spesifik dan detail, sehingga rasa takut yang awalnya tak terkendali bisa mereda. Namun ketika korteks prefontal tidak mampu mengatasi hal ini, dapat berkembang menjadi PTSD, depresi atau gangguan kecemasan lainnya.

Baca artikel lengkap di website dokterensiklopedia.com (Cara Otak Menghadapi Trauma, Mengapa Tak Bisa Lupa?)

Studi ini menggunakan teknologi pencitraan otak dan algoritma kecerdasan buatan (AI) untuk melihat bagaimana memori rasa takut terbentuk dan diolah oleh otak. Temuan mereka menunjukkan bahwa orang yang mengalami kecemasan atau berisiko terkena PTSD (post-traumatic stress disorder) cenderung lebih sulit dalam mengintegrasikan memori traumatis ini. Akibatnya, mereka sering kali merasakan ketakutan yang berulang dan berkepanjangan.

Salah satu bagian otak yang sangat penting dalam memori rasa takut ini adalah medial prefrontal cortex (dmPFC). Saat otak merespons trauma, aktivitas neuron di wilayah ini meningkat. Dengan teknik pencitraan canggih, para peneliti berhasil mengidentifikasi jaringan saraf yang terlibat dalam penyimpanan memori rasa takut.

Baca artikel lengkap di website dokterensiklopedia.com (Cara Otak Menghadapi Trauma, Mengapa Tak Bisa Lupa?)

Penelitian juga menunjukkan bahwa trauma bisa memengaruhi otak dalam jangka panjang. Misalnya, pada penderita PTSD, sinyal otak di area seperti hipokampus dan amigdala (merupakan dua wilayah yang sangat penting untuk mengelola emosi dan ingatan) melemah. Hal ini membuat penderita PTSD lebih mudah melihat situasi biasa sebagai ancaman, memperparah kecemasan mereka.

Temuan ini memberikan pandangan baru tentang bagaimana otak bekerja dalam menghadapi trauma. Mereka membuka jalan untuk pengembangan terapi yang lebih efektif, terutama bagi mereka yang menderita PTSD dan gangguan kecemasan lainnya. Penelitian juga menyoroti pentingnya peran korteks prefrontal dalam menyimpan ingatan jangka panjang, sehingga bisa menjadi kunci dalam proses penyembuhan dari trauma masa lalu.

Baca artikel lengkap di website dokterensiklopedia.com (Cara Otak Menghadapi Trauma, Mengapa Tak Bisa Lupa?)

Intinya, meskipun trauma bisa meninggalkan bekas yang mendalam di otak, penelitian ini memberikan harapan bahwa dengan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana otak bekerja, kita bisa menemukan cara baru untuk membantu mereka yang berjuang menghadapi trauma.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline