Berita tentang kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi saat ini membuat miris masyarakat. Sampai beberapa orangtua merasa khawatir untuk melepas anaknya jauh dari rumah walaupun untuk menuntut ilmu ataupun bekerja. Karena setiap hari berita tentang pelecehan seksual sering menghiasi media massa.
Data dari Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti menyampaikan bahwa kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan Indonesia dalam lima bulan di awal 2023 mengalami lonjakan, yang tercatat 22 kasus kejahatan seksual dengan 202 korban anak. (Solopos.com, Jakarta, Selasa 6 Juni 2023).
Sedangkan menurut DataIndonesia.Id Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat, sebanyak 25.050 perempuan menjadi korban kekerasan di Indonesia sepanjang 2022. Jumlah tersebut meningkat 15,2% dari tahun sebelumnya sebanyak 21.753 kasus.
Kecenderungan meningkatnya kasus pelecehan seksual menimbulkan pertanyaan, ada apa dengan penanganan kasus pelecehan seksual di negeri ini ? Mengapa kecenderungannya semakin bertambah jumlahnya?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut ada beberapa hal yang patut mendapat perhatian diantaranya
Pertama Sanksi yang diterapkan untuk pelaku pelecehan seksual saat ini belum memberikan efek jera. Sanksi merupakan elemen penting untuk menghentikan suatu tindak kejahatan.
Pemberian sanksi yang tegas dapat memutus rantai kejahatan karena dapat memberikan efek jera sehingga kejahatan tersebut tidak terjadi lagi atau minimal terkurangi. Melihat data yang disebutkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) tentang pelecehan seksual ternyata kasusnya cenderung meningkat setiap tahun. Bagaimanakah sanksi bagi pelaku kajahatan seksual saat ini?
Sanksi yang dijatuhkan terhadap pelaku pemerkosaan berupa pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah). Jika persetubuhan atau perkosaan tersebut dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).
Kemudian dalam hal tindak pidana persetubuhan atau perkosaan tersebut menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Selain itu berdasarkan Pasal 81 ayat (6) pelaku juga dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, dan berdasarkan Pasal 81 ayat (7) pelaku juga dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
Adapun Sanksi bagi pelaku kekerasan seksual dalam bentuk perbuatan cabul, sanksi berupa pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
Jika perbuatan cabul tersebut dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).