Lihat ke Halaman Asli

Mewujudkan Budaya Positif di Sekolah

Diperbarui: 1 September 2022   22:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Mengawali modul 1.4 Pendidikan Guru Penggerak angkatan V, para Calon Guru Penggerak  diberikan beberapa kasus tentang pelanggaran siswa terhadap kesepakatan bersama di sekolah. Kasus tersebut dianalisis untuk mengetahui apakah penyelesaian yang dilakukan oleh guru pada kasus tersebut telah sesuai atau belum. Yang menjadi standar  bahwa penyelesaian yang diambil sudah sesuai atau belum diantaranya apakah tindakan yang dilakukan guru sesuai dengan kesalahan yang dilakukan siswa? Apakah siswa yang melakukan kesalahan menyadari kesalahannya, timbul penyesalan dan berkomitmen untuk tidak mengulangi  kesalahan lagi ? Yang lebih penting juga apakah dalam penyelesaiannya membuat posisi siswa menjadi netral, tidak melekat pada diri siswa tersebut sebagai sang pembuat onar, si pembolos atau yang lainnya?

Disini mulai terjadi pergulatan pemikiran dalam benak saya, karena fakta yang terjadi di sekolah-sekolah masih ada saja guru yang  menyelesaikan masalah siswa namun langkah yang diambil justru memicu munculnya masalah baru seperti siswa menjadi malu karena banyak yang mengetahui kesalahan yang dilakukan, atau guru memberikan sanksi fisik kepada siswa yang sebenarnya tidak sesuai dengan kesalahan yang dilakukan dan tidak membuat siswa tersebut memahami akan kesalahan yang dilakukannya. Serta masih banyak lagi kasus yang lainnya.

Materi mewujudkan budaya positif sebagai penutup rangkaian modul 1 pada Pendidikan Guru Penggerak ini menurut saya sangat tepat. Karena setelah memahami tentang makna guru yang sebenarnya yaitu sebagai pendidik . Dilanjutkan dengan bagaimana profile seorang pendidik dengan nilai-nilai dan peran yang seharusnya diwujudkan dalam kesehariannya, serta rancangan mimpi besar seperti apa yang ingin diwujudkan seorang guru terhadap anak didiknya. Maka  di modul terakhir ini Calon Guru Penggerak  disadarkan bahwa harapan terwujudnya anak didik sesuai dengan tujuan Kurikulum Merdeka Belajar yaitu  Profil Pelajar Pancasila yaitu anak didik  yang Beriman, Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Berakhlak Mulia, Berkebhinekaan Global, Bergotong Royong, Kreatif, Bernalar kritis, dan Mandiri akan sulit untuk terwujud bila para pendidik tidak memiliki pengetahuan tentang cara  penyelesaian permasalahan yang dihadapi oleh anak didik.

Seorang pendidik seharusnya mampu menjadikan penyelesaian masalah pada anak didik sebagai pelajaran berharga agar mereka lebih memahami nilai-nilai kebaikan yang disepakati bersama misalnya rasa kasih sayang, saling menghormati, toleransi, jujur, disiplin dan yang lainnya. Untuk itu seorang pendidik perlu memahami makna disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia dan keyakinan kelas. Keyakinan Kelas sendiri merupakan nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama. Diharapkan dengan adanya keyakinan kelas yang telah disepakati ini anak didik dapat terpenuhi kebutuhannya dan bertanggungjawab untuk melaksanakan keyakinan tersebut.

Namun bila masih ada anak didik  yang melanggar keyakinan kelas maka guru harus mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi secara bijaksana. Salah satu caranya dengan menerapkan "restitusi".

Pemahaman bahwa tidak ada seorangpun yang ingin melakukan kesalahan termasuk anak didik, seharusnya sudah melekat dalam benak pendidik. Mereka harus menyadari bahwa seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Jadi saat anak didik melakukan perbuatan yang melanggar kesepakatan maka perlu digali dulu, mengapa dia melakukan hal tersebut, tujuan nya apa?

Apakah dia tidak meyakini bila yang dilakukan sesuatu yang melanggar norma yang telah disepakati? Atau dia melakukan hanya coba-coba? Atau bahkan tujuan melakukan perbuatan tadi agar bisa tampil "hebat" dimata teman-temannya? Seorang guru harus mampu menggali hal tersebut dari siswa, agar dapat memberikan penyelesaian yang tepat sesuai dengan permasalahan yang dihadapi anak didik.

Saat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh siswa guru harus  mampu menempatkan dirinya pada posisi mentor di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan siswanya, mempersilakan siswanya mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukungnya agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Inilah yang disebut posisi manager. Dengan proses penyelesaian yang benar seperti itulah diharapkan mampu menyadarkan anak didik bahwa perbuatan yang telah dilakukannya tidak tepat.

Setelah memahami betapa pentingnya peran guru untuk membentuk karakter siswa baik pada saat siswa tersebut "baik-baik saja" ataupun saat siswa memiliki masalah maka yang akan saya lakukan adalah mempelajari lagi materi tentang budaya positif ini sehingga saya mampu menerapkan bila ada siswa saya yang melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan sekolah maupun kesepakatan kelas.

Selanjutnya saya menyadari bahwa sekolah adalah tempat terjadinya interaksi banyak orang. Ada guru, siswa, karyawan dan orang tua murid. Maka agar dapat mewujudkan perubahan di sekolah perlu ada pemahaman tentang budaya positif ini di semua pihak yang berinteraksi tadi. Oleh karena itu saya akan mengimbaskan materi tentang mewujudkan budaya positif ini di lingkungan saya . Berkolaborasi dengan kepala sekolah dan guru-guru yang lain untuk mewujudkan budaya disiplin positif di sekolah. Harapannya semakin banyak guru yang memahami tentang budaya positif ini maka akan semakin mudah untuk mewujudkan budaya positif dalam interaksi yang ada di sekolah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline