Lihat ke Halaman Asli

Kepala Bertudung Daun Pisang

Diperbarui: 18 Oktober 2024   17:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Waktu menunjukkan pukul 12.00 siang, siswa siswi di salah satu sekolah dasar bergegas merapikan semua peralatan tulis dan menyimpannya di dalam tas masing-masing. Bel pulang sekolah pun telah berdentang pertanda pelajaran telah usai. Di luar sana awan menyelimuti alam begitu pekat pertanda hujan akan turun. Dalam hati kecilnya seorang anak sekolah bergumam " Bagaimana ini?, kalau hujan saya pasti basah karena tidak memiliki payung. " Namun dengan tekat untuk pulang tepat waktu karena ingat akan tugas yang harus diselesaikan di rumah anak itu berlari keluar ruang kelas dengan cepatnya setelah doa dan salaman dengan gurunya. Dalam langkah gontai namun terburu-buru mengejar waktu hujan pun mengguyur. Dia melihat kiri dan kanan apakah dia bisa berteduh atau mungkinkah ada temannya yang mau menawarinya untuk menggunakan payung bersama-sama, tindakannya itu sia-sia karena tak satu pun harapannya terkabul. Sejenak terdiam sambil melangkah, matanya menangkap rumpun pisang yang berdiri kokoh di tepi jalan, terbersit ide di kepalanya "Oh daun pisang, bisa menjadi payung" tanpa menunggu lebih lama lagi anak itu langsung meyambar daun pisang yang agak rendah dengan sedikit berjinjit karena memang dia memilih postur tubuh yang pendek juga. Setelah menggapainya dia bingung, "bagaimana harus memotongnya?" gumamnya dalam hati. "Oh saya tahu, gigi. Dia pun mulai mengigit pelepa daun pisang itu, sulit memang tapi dia tidak menyerah hingga pada akhirnya dia mendapatkan daun pisang itu. Hatinya tersenyum bahagia, " setidaknya buku-buku tilis saya bisa selamat sekalipun saya basah. " Anak itu sungguh menjaga Buku-bukunya karena memang sulit untuk mendaptkan sebuah buku. Itupun dia harus berusaha menjual asam atau jeruk untuk mendapatkan buku-buku itu. Itu bukan berarti bahwa orang tuanya tidak mampu namun dia mau berusaha dan berjuang sendiri mendapatkan apa yang dia mau. Usahanya memang tidak sia-sia. Senyum sumringah terpoles pada bibir mungilnya, sungguh bahagia. Dia  meneruskan langkahnya sambil bersiul kesil menirukan kicauan burung. Sesekali dia menoleh le atas, melihat daun pisang yang dipegangnya dan berbisik liri " Terima kasih daun pisang,  engkau sudah menyelamatkan buku-buku saya" dia pun tersenyum lagi. Tak lama kemudian anak itu telah tiba di rumah. Sebelum mencari apa yang harus di santap sebagai pengganjal perut dI siang itu. Dia menyandarkan daun pisang itu di luar rumah, membuka sepatunya yang sudah basah kuyup dan menyimpan tasnya yang hanya lembab, dia mengeluarkan semua isi tasnya dan menjejerkannya di atas tempat tidur sehingga buku-buku yang lembab bisa kering dengan sendirinya. Setelah ritual beres-beres diri berakhir dia pun bergegas mencari makan siang dan di atas meja makan telah tersaji makanan alakadarnya namun satu yang paling dicari adalah secangkir kopi. Itulah menu yang paling dicari setiap kali menuju ke ruang makan. Anak itu dengan tenang menyantap makanannya sesekali mengelamum hingga piringnya hampir jatuh dari pangkuannya namun dengan cekatan ia menangkap dan berusaha menyelesaikan makanannya. Masih dengan senyum di bibir dia terus berterima kasih pada Tuhan dan daun pisang yang telah menyelamatkan buku-bukunya.

Jakarta, 04/07/2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline